Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2017

Hujan dan Lelaki

Photo by, Prajna Farravita Sekelebat sosoknya hadir tepat di depanku Menciptakan puisi pendek tetapi bukan untukku Berbicara mengenai hujan dan lelaki ketika deru hujan mulai keras Alunan katanya cepat tanpa sela napas Hujan itu inspirasinya untuk bersuara sastra Menyampaikan mantra mengikat yang dimiliki para pria Apakah sebetulnya hati juga berkata? Karena kudengar nadanya penuh sentuhan rasa Sedikit berlebih, tetapi aku yakin pasti akan jawab, ya Apakah hujan itu perlu memancingnya? Agar keluar kata-kata penuh daya cinta Agar dunianya tak kaku seperti mistar Lurus, tetapi sekali patah sulit digunakan lagi Lelaki dan hujan… Hujan itu meluluhkan hati sang penyair Agar banyak berkata indah penuh makna Melambungkan hati wanita dengan sentuhan kata Apakah dia pernah melakukannya? Beruntunglah kau yang menjadi sasaran Terngiang suaranya ketika berpuisi cinta Prajna Vita Jakarta, 1 Februari 2017

Monolog: Sebuah Dunia Sendiri

Photo by, Prajna Farravita Terkadang aku kesulitan memahami diriku sendiri. Terkadang aku juga terjebak di dalam duniaku sendiri. Dunia yang kubangun sendiri lalu kuhancurkan sendiri. Terkadang aku ingin menghakami waktu tetapi aku tidak tahu kata yang tepat. Terkadang aku juga ingin mengacak-acak jaring di atas jaringku tetapi aku takut tidak tahu akan mulai lagi darimana. Katanya, aku memerlukan penyeimbang. Aku pernah menemukannya tetapi aku meninggalkannya. Ya, karena ia tidak pernah mengakui ke-ada-anku. Aku seperti bayang-bayang yang numpang lewat di tengah malam. Aku hanya memiliki diriku yang mampu berdiri sendiri di tengah malam dengan ditemani lampu neon. Aku hanya memiliki pemikiranku yang belum menemukan tong sampah untuk aku membuangnya satu persatu. Aku hanya memiliki rumus rubik yang kuterapkan sendiri lalu ku acak-acak sendiri. Aku bukan seperti ampas kopi yang mampu meninggalkan rindu. Aku tidak pandai mengatakan apa yang ingin aku katakan. Biarlah aku d

Perihal (Sayang) Sepihak

Baru kusadari cintaku bertepuk sebelah tangan Kau buat remuk sluruh hatiku Semoga akan datang keajaiban hingga akhirnya kau pun tahu Aku mencintaimu lebih dari yang kau tahu Meski kau tak kan pernah tahu ~ Dewa 19 – Pupus ~ Mungkin lagu itu akan terus mengiriku, terus mengiringi, dan akan terus mengiringi hari-hariku. Tak pernah berubah, tak pernah berganti, tak pernah berbeda. Untuk kesekian kalinya, entah sudah berapa kali aku merasakannya, tetapi ini lebih-lebih menyakitkan.            Kau tahu perihal ‘Sayang’,  hah ! Kau tahu itu, dan kau mengetahui itu! Tapi lagakmu seakan tak mau tahu dan tak mau peduli atau pura-pura tidak tahu?!            Kau tahu perihal ‘Sepihak’,  hah ! Mungkin kau tahu dan sikapmu seakan membalas padahal tidak sama sekali, tidak sedikitpun. Dan, sekarang aku menyadari bahwa itu semu. Bahwa itu hanya untuk menenangkan hatimu yang tak kuat merasa hampa, tak kuat merasa kosong dan tak menganggap bahkan tidak menghargai perasaanku. Hany

Aku Ingin Berbaring Menatap Langit

Aku tidak mempunyai rasa untuk menulis. Otakku seakan beku oleh kata-kata. Aku tak tahu apa yang ingin aku tulis. Menjadi sebuah tulisan absurd tanpa susunan kata yang jelas mungkin akan tercipta dengan sendirinya. Akan menulis tentang semesta.., atau…, dia? Entahlah, Mungkin, keduanya saling bersangkutan. Pada semesta yang kala itu hujan ringan. Aroma tanah kering sudah tak tercium lagi, yang ada bau tanah basah. Titik-titik air telah menempel pada kaca jendela, dan, indahnya sungguh sederhana. Imajinasi meliar tetapi tak tahu satu titik mana yang akan dirangkaikan dari kata menjadi kalimat, lalu tersusun paragraf, kemudian lengkap menjadi satu tulisan utuh yang meninggalkan makna. Aku mengingatmu ketika aku melihat semesta, lalu aku mengagungkan-Nya. Gerimis itu menyapa, aku tahu, itu dari-Nya. Hujan itu pertanda, bahwa air yang jatuh akan kembali lagi pada-Nya, begitu seterusnya. Hujan kala itu, yang aku minta jangan biarkan badai datang menjatuhi tanah. Aku ingin berbari

Memberinya me- tak pernah mendapat di-

(Dalam perspektif kebaikan) Waktu terus menguji dan aku t’lah diuji Merasakan tetapi tak pernah dirasakan Mendengarkan tetapi tak pernah didengarkan Menghargai tetapi tak pernah dihargai Memperhatikan tetapi tak pernah diperhatikan Mengetahui tetapi tak pernah diketahui Memahami tetapi tak pernah dipahami Mengerti tetapi tak pernah dimengerti . Merindukan tetapi tak pernah dirindukan Mengucapkan tetapi tak pernah diucapkan Menyatakan tetapi tak pernah dinyatakan Memprioritaskan tetapi tak pernah diprioritaskan Mengutamakan tetapi tak pernah diutamakan Mengapresiasi tetapi tak pernah diapresiasi Memuji tetapi tak pernah dipuji Mengadakan tetapi tak pernah diadakan . Menyayangi tetapi tak pernah disayangi Memikirkan tetapi tak pernah dipikirkan Dan, t’lah terjawab, bahwa semua itu hanya rasa yang sepihak . Waktu t’lah menguji. Cukup. Ada ketika keluh kesahnya hadir dan membiarkannya ketika sudah mendapatkan kebahagiaannya. Cukup. A

Ini Itu Rindu

Ini itu rindu, Seperti patung, diam dan tak bisa berkata. Ini itu rindu, Seperti ingin melepasnya, tetapi perdebatan internal kembali hadir, aku ini siapa? Ini itu rindu, Terus bersemayam dan tak tahu akan seperti apa. Ini itu rindu, Tak bisa melelapkan tidur di pertengahan malam. Ini itu rindu, Ketika hujan ingin menengadah melihat semesta, berharap ada jawaban. Ini itu rindu, Bergemuruh riuh pada sunyi malam. Ini itu rindu, Kepada hamba-Mu yang entah, Kau akan mengetukkan hatinya pula atau tidak. Prajna Vita Jakarta, 22 Juni 2016 23.58

Jangan Katakan Sayang

Jangan katakan sayang, Kata itu membuat perasaanku berdesir. Jangan katakan sayang, Kata itu bisa membuatku terbuai. Jangan katakan sayang, Kata itu bisa membuat rasaku menguat. Jangan katakan sayang, Kata itu bisa membuat melayang dan bisa saja menjatuhkan secara perlahan. Jangan katakan sayang, Kata itu sederhana tetapi terkadang mampu menyakitkan. Jangan katakan sayang, Kata itu hanya muncul saat keadaan senang saja. Tak pernah abadi. Begitu cepat kadaluarsa. Begitu klise. Tak ada makna dari orang yang tak menggunakan akalnya. Jangan katakan sayang, Aku rasa kata itu tak cocok digunakan untuk masa jangka pendek. Hanya penyejuk saat setan membelenggu hati. Jangan katakan sayang, Jika hanya ingin menyakiti. . . Jangan katakan sayang, Karena aku tak mau membalasnya, karena aku benci cinta.   Prajna Vita_ Jakarta, 17 Juni 2016 16.22

Terkuaknya Evolusi Kesadaran

"Lagi-lagi 'evolusi kesadaran' kembali terkuak. Barilah sedikit waktu untuk mengenalinya." Jangan dulu butakan mata kami. Agar kami mampu dulu melihat kakayaanMu. Agar kami mampu dulu memperhatikan setiap takdir umatMu. Agar kami mampu dulu merekam keadaan duniaMu. Jangan dulu sumbatkan hidung kami. Agar kami mampu dulu mencium aroma wangi hasil kekayaan tersembunyiMu. Agar kami mampu dulu mengenali aroma busuk kebencianMu. Agar kami mampu dulu mencium aneka aroma harum Surga NerakaMu. Jangan dulu tulikan telinga kami. Agar kami mampu dulu terus mendengar panggilanMu. Agar kami mampu dulu terus mendengar peringatanMu. Agar aku mampu dulu terus mendengar kerinduanMu pada kami. Jangan dulu matikan rasa lidah kami. Agar kami mampu dulu mencecap pahit karena kelalaian kami. Agar kami mampu dulu mencicipi manis usaha kami atas izinMu. Agar kami mampu dulu menelaah kompleksitas kehidupan dariMu. Jangan dulu bekukan perasaan kami. Agar kami mampu dulu

Berbisik pada Bumi Agar Didengar Oleh Langit

Aku tidak tahu mengapa aku ingin membisikkan pada bumi agar didengar oleh langit.   Mungkin, pada hari itu aku sedikit takut membicarakan langsung pada langit. Maka, kubisikkan ke bumi terlebih dahulu, agar langit tahu perlahan. Aku tidak ingin kebahagiaan ini aku rasakan sendiri. Aku ingin berterima kasih pada-Nya melalui celah-celah indra yang kurasakan ketika aku mengingat-Nya. Melalui hujan yang menyapa bumi, aku bisikkan pada titik air hujan yang menempel pada kaca agar disampaikan ke bumi. Bahwa, aku di sini, yang terus meminta, agar aku menjadi orang yang dicari oleh orang yang aku cari. Pada tanggal satu yang dikuti empat, pada dua belas bulan dalam setahun berhenti di angka dua, pada tahun dua kosong satu enam, dan pada waktu sepertiga malam, tulisan itu mengalir pada senja, pukul tujuh belas di menit ke lima, satu prosa mengalir saat ditemani sapaan langit terhadap bumi.  Aku telah menemukan hamba-Nya yang membuatku lebih dekat dengan-Nya, hamba-Nya yang menyadarka