Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2015

Akan Menjadi Apa dan Siapa

“Bahasa ialah ibu ilmu dari segala ilmu.” Itulah ungkapan pertama yang dilontarkan oleh dosen Bahasa Indonesia, Teguh Dewabrata, Drs., saat di kelas Penerbitan 4A. Tanpa adanya bahasa, ilmu memang tidak dapat disampaikan kepada orang lain. Maka dari itu, susunan bahasa yang baik dapat memberikan informasi yang menarik bagi pembaca atau penikmatnya. Ketika melakukan penyuntingan terhadap suatu tulisan, sangat membutuhkan teknik bahasa yang baik dan mendetail. Teknik bahasa yang perlu dikuasai ialah Bahasa Indonesia. Ketelitian dan pemilihan kata bukan hanya membuat sebuah tulisan menjadi informatif, tetapi juga menciptakan nilai estetika bahasa. Dosen Bahasa Indonesia ini pernah mengatakan, bahwa Beliau sangat menyenangi kedetailan, sehingga mempelajari ilmu bahasa tidak salah baginya. Ilmu bahasa yang didapatkan kini ditransferkannya kepada mahasiswa Penerbitan di PoliMedia. Bahasa Indonesia merupakan tulang punggung program studi Penerbitan, karena Penerbitan lebih fokus

Perjalanan dalam Misi Mencicipi Kuliner Lokal dan Bagaimana Kuliner Mendominasi Kehidupan

Aruna & Lidahnya Laksmi Pamuntjak Gramedia November 2014 (Cetakan Pertama) 432 Halaman 978-602-03-0852-4 Rp 78.000,- Sebuah novel tentang makanan, perjalanan, dan konspirasi. Laksmi Pamuntjak mampu menyuguhkan karya fiksi yang mengaitkan kuliner dengan konsep kehidupan. Dalam kasus flu unggas yang terjadi secara serentak di delapan kota di Indonesia, Aruna yang bekerja sebagai konsultan epidemiologi atau disebut “Ahli Wabah” ditugaskan melakukan penelitian. Dalam kesempatan penelitian itu Aruna bersama dua karibnya, Bono dan Nadezhda yang terobsesi terhadap makanan memanfaatkan perjalanannya untuk menikmati kuliner lokal. Dalam misi pencicipan cita rasa makanan bukan hanya mengetahui makanan secara umum, tetapi bagaimana makanan telah mendominasi kehidupan. Konsep kehidupan seperti realita sosial, politik, agama, dan sejarah yang tak hanya berkaitan dengan kolusi, korupsi, konspirasi, dan misinformasi, tetapi juga menyatukan cinta dan pertemanan. Cara

Waktu Tak Berpihak

Sebuah perjalanan membutuhkan saatnya berhenti untuk berpikir sejenak dan memilih keputusan yang tepat.  Ribuan karbon monoksida tak terhitung menerpa wajahku. Entah akan sepekat apa ketika tissue membersihkan wajah ini. Kaki tidak tahu sudah berjalan sejauh mana hanya untuk memikirkan keputusan yang harus kuambil. Semoga tak ada seseorang menyapa dan tak ada seseorang yang mengenalku. Kali ini aku masih tidak berselera diganggu oleh siapa pun. Aku masih harus memikirkan hal masa depan. Seseorang menabrak pundakku ketika mobil angkutan sudah berhenti tepat di depanku. Halte ini tak pernah sepi, pemberhentian kendaraan umum sekarang sudah teratur, sehingga tidak ada lagi kemacetan. Karyawan kantor tidak lagi berdesak-desakan di jalan, tidak lagi harus merapikan diri kembali setelah turun dari kereta. Pemimpin perusahaan tidak lagi melihat keterlambatan karyawan karena alasan macet, menunggu kereta, dan hal-hal lain di jalan. Aku menyapu jalanan sekitar, para karyawan kanto