Langsung ke konten utama

Perjalanan dalam Misi Mencicipi Kuliner Lokal dan Bagaimana Kuliner Mendominasi Kehidupan


Aruna & Lidahnya
Laksmi Pamuntjak
Gramedia
November 2014 (Cetakan Pertama)
432 Halaman
978-602-03-0852-4
Rp 78.000,-


Sebuah novel tentang makanan, perjalanan, dan konspirasi. Laksmi Pamuntjak mampu menyuguhkan karya fiksi yang mengaitkan kuliner dengan konsep kehidupan.

Dalam kasus flu unggas yang terjadi secara serentak di delapan kota di Indonesia, Aruna yang bekerja sebagai konsultan epidemiologi atau disebut “Ahli Wabah” ditugaskan melakukan penelitian. Dalam kesempatan penelitian itu Aruna bersama dua karibnya, Bono dan Nadezhda yang terobsesi terhadap makanan memanfaatkan perjalanannya untuk menikmati kuliner lokal. Dalam misi pencicipan cita rasa makanan bukan hanya mengetahui makanan secara umum, tetapi bagaimana makanan telah mendominasi kehidupan. Konsep kehidupan seperti realita sosial, politik, agama, dan sejarah yang tak hanya berkaitan dengan kolusi, korupsi, konspirasi, dan misinformasi, tetapi juga menyatukan cinta dan pertemanan.

Cara Pandang Bono Sebagai Chef Terhadap Kuliner
Pembisnis muda memang selalu menanamkan uang dan kepercayaan. Seperti seorang chef yang tidak terlahir dari sikap naif. Semua chef yang terbaik pun bisa belajar banyak dari timnya, mereka juga mempunyai tradisi makan yang tidak diketahui orang banyak. Ketika bahan makanan raib di pasaran, saat itulah semuanya dilakukan secara instan, sehingga membuat makanan bukan lagi sesuatu yang nikmat. Maka, para chef membutuhkan pengalaman  agar mendapatkan insting untuk membuat inovasi makanan yang lezat dan berbeda dari yang lain.

Pandangan Aruna Tentang Konsep Kehidupan
Ketika ekonomi bisa amburadul, pasar bisa anjlok, kesenjangan sosial bisa melebur, politikus bisa korup dan tak becus. Mereka saling mendukung, saling membantah, kemudian saling mendukung lagi. Kementrian seperti kapal oleng, tetapi para pengusaha tetap membuka usahanya,  tetap memasak, dan tetap memberi makan satu sama lain.

Meskipun dalam hal penawaran makanan banyak yang menjual daging babi panggang, tetapi banyak juga yang menawarkan makanan muslim. Ketika konflik muncul karena perbedaan tradisi dalam agama yang sama dan terjadi musibah membuat manusia saling menggandeng tangan, mensyukuri kehendak Tuhan. Hidup yang terkesan kecil tetapi bisa menentukan: kesabaran, rasa bersyukur, tenggang rasa, sifat tanpa pamrih, dan sikap yang membebaskan. Tuhan memang bersahabat dalam diam, hening dapat menjadi pengakuan manusia bahwa Tuhan memang yang tak terungkapkan. Tetapi bagaimana jika tidak berusaha dan selalu adem, bahwa hidup dan mati di tangan Tuhan? Jika banyak yang bohong soal perlakuan yang begitu sakral, mereka akan berdosa dua kali lipat, sebab mereka telah menjual janji lewat agama.

Sejarah juga menjadi cerita dari sekian banyak chef yang harus mencicipi semua jenis makanan. Terkadang makanan lokal yang sangat lezat tidak dihargai oleh orang sendiri. Padahal dukungan dari orang sendiri dapat mengubah nasib dunia. Nama-nama yang diambil dari tutur kata yang diplesetkan atau daerah di mana memproduksinya menjadi daya tarik tersendiri.

Banyak yang tidak mengetahui risiko yang akan terjadi. Probabilitasnya untuk manusia yang ekonom adalah hasil analisis matematis atas peristiwa-peristiwa yang telah berlalu. Tetapi mengetahui tidak ada peristiwa yang sama persis, mengetahui apa saja yang akan berubah bersama waktu. Retorika visual dan tertulis tentang makanan sudah tidak ada hubungannya lagi dengan kepedulian tentang alam maupun nutrisi. Makanan telah menjadi semacam spiritualisme ersazt. Dewa-dewa dunia bukan lagi politikus atau ulama, melainkan raja-raja dapur. Dalam program kuliner tentang makanan tidak bisa mengharapkan pencerahan yang berhubungan dengan gaya hidup atau metafisika. Makanan telah menjadi psikosis, bukan lagi mania. Hal tersebut hanya terjadi di Barat. Di Indonesia chef lokal tidak dieluh-eluhkan seperti dewa. Tidak peduli siapa chef yang menciptakan makanan terlezat di Nusantara. Bagi orang Indonesia, umumnya makanan tetap menjadi kebutuhan dasar.

*
Banyak yang berfikir dalam melakukan perjalanan ingin menemukan hal-hal baru, tetapi justru dikejutkan oleh pengalaman-pengalaman yang tak terduga. Tidak mempunyai asumsi maupun ekspentasi apa pun. Menemukan dan merayakannya baik yang mempesona maupun yang tidak, dan pada saat itu ada yang sakral dengan pengalaman-pengalaman, seakan mereka adalah milik kita seorang. Sebab yang dianggap baru juga baru bagi dunia.

Ketika kasus korupsi terjadi pada dua lembaga, pada saat itulah mulai terjadi kolusi. Dalam penyelidikan menyembunyikan hal-hal yang dapat menudingkan satu orang saja. Saling mencadangkan satu sama lain untuk dijadikan kambing hitam, kalau-kalau keadaan jadi kacau. Ada banyak orang yang tak perlu pergi ke universitas manapun untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, orang seperti itu meskipun tidak selalu berada di puncak, tetapi tidak akan terselorok ke bawah.

Dalam konflik yang terjadi, banyak adanya perbedaan yang terlihat, dari situlah mulai mengetahui bagaimana diri mereka sendiri. Dalam kesepiannya masing-masing akan memutuskan untuk terus berjalan, mengembalikannya seperti semula, atau menyatukan satu sama lain.

Aruna mendeskripsikan bagaimana kekayaan rempah-rampah di Indonesia. Menjadikan rasa kuliner lokal yang mempunyai berbagai sejarah dan cita rasa khas yang dibentuk dari bahan-bahan negeri sendiri. Aruna menekankan bahwa pengalamannya terhadap konsep kehidupan yang didapatkannya ketika melakukan perjalanan menjadi sebuah hal yang tidak dapat ditentukan apa dan kapan waktu yang akan terjadi.


Buku ini dapat memberi gambaran kuliner lokal sebenarnya yang juga berhubungan dengan konsep sosial, sejarah, dan agama. Buku ini dapat dinikmati oleh kalangan yang terobsesi terhadap kuliner dan ingin mengetahui bagaimana perjalanan kehidupan yang menyatukan perbedaan antarmanusia.[]Prav

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tak Salah Masuk Labirin

LEPASKAN rasa ini dan fokus pada tujuanku. Hilangkan rasa ini dan anggap seperti kau dan aku teman. Aku berusaha sewajarnya, tetapi kau memancingku dengan semua yang aku suka. Musik, gambar, typografi, photo, dan coffee . Lebih jauh mengenalmu membuatku takut. Aku takut kehilanganmu sebagai teman diskusi, sebagai teman yang membantuku untuk melatih kemampuanku mengenal kopi. Kemampuan membuat lidah lebih peka dengan citarasa kopi dan kemampuan untuk kembali menulis. [Jkt, 25/10’15 : 21.08] Aku merasa yang aku alami selama ini ialah sebuah mimpi. Semua hal-hal menakjubkan datang begitu saja. Semua ini berpengaruh positif pada diriku. Ketika berimajinasi mengenai kisah ajaib, aku menanyakan pada diri sendiri. Apakah aku sedang koma? Lalu, hal-hal yang terjadi selama ini ialah mimpi di dalam komaku. Jika, ya, aku yakin akan menyesal ketika sadar. Namun, jika aku ditakdirkan untuk bangun lagi, aku pasti akan mengingat kisah mengesankan itu dan akan mempunyai semangat hidup yang l

Bayang Sirna

Photo by, Prajna Vita Rasanya, kali ini tak ingin waktu cepat berlalu Ketika momen berharga yang dulu belum tampak, kini mulai terasa Hanya satu langkah tersisa keluar Tak ada satu kata tertinggal yang terucap Mungkin jauh di sana puisi pun merangkai Dari tangan sang penyair yang haus akan kata Dari seorang mata penyair yang akan menyimpan kenang Di sebuah sudut ruang, matanya bergeming menatap kosong Berpaling pada wajah-wajah penyimpan sedih Pada sebuah lembar tersimpan kenang sedih yang tak ingin dibuka kembali Mungkin akan usang bersama waktu Atau, mungkin akan melebur bersama kenang yang baru Bisakah tinggalkan kenang tanpa rindu? Agar tak lari menghilang dari sendu Tinggalkan jejak di pojok kiri atas Mungkin saja bisa ditemukan kembali di sela-sela kenang lama Berharap kembali dalam bayang nyata bukan dalam bayang sirna Prajna Vita Jakarta, 26 Juli 2018

Judulnya Merayu Awan

BAGAIMANA bisa meminta senja sedangkan siang masih terik? Masih mending menyemogakan jangan turunkan hujan ketika awan sudah mulai menggelap.--Harapan itu masih bisa terjadi, tetapi mengharuskan waktu terjadi itu tidak bisa seenaknya. Bagaimana bisa meminta segera datang senja kemudian meminta hujan? Masih mending menunggu sore dan berharap hujan.--Meminta itu sah-sah saja, tetapi juga tidak bisa seenaknya. Bisa aku merayu awan? Agar siang datang hujan dan sore tetap memancarkan senjanya? Mungkin bisa tetapi jangan memegang harapan besar jika tak ingin kecewa . Waktu itu berjalan pasti dan perwujudan harapan itu misteri. Lebih baik tak pernah memegang harapan agar mendapat hasil yang tak terhingga. Agar tak pernah merasakan kecewa, agar tak menyesal, dan agar tak dibelenggu rasa takut. Susutkan harapan itu sekecil-kecilnya, lalu simpan di hati yang paling dalam, tancapkan pada titik kalbu yang paling beku, dan kunci rapat-rapat, lalu buang kuncinya jauh-jauh atau ha