Langsung ke konten utama

Akan Menjadi Apa dan Siapa


“Bahasa ialah ibu ilmu dari segala ilmu.”

Itulah ungkapan pertama yang dilontarkan oleh dosen Bahasa Indonesia, Teguh Dewabrata, Drs., saat di kelas Penerbitan 4A. Tanpa adanya bahasa, ilmu memang tidak dapat disampaikan kepada orang lain. Maka dari itu, susunan bahasa yang baik dapat memberikan informasi yang menarik bagi pembaca atau penikmatnya. Ketika melakukan penyuntingan terhadap suatu tulisan, sangat membutuhkan teknik bahasa yang baik dan mendetail. Teknik bahasa yang perlu dikuasai ialah Bahasa Indonesia. Ketelitian dan pemilihan kata bukan hanya membuat sebuah tulisan menjadi informatif, tetapi juga menciptakan nilai estetika bahasa.

Dosen Bahasa Indonesia ini pernah mengatakan, bahwa Beliau sangat menyenangi kedetailan, sehingga mempelajari ilmu bahasa tidak salah baginya. Ilmu bahasa yang didapatkan kini ditransferkannya kepada mahasiswa Penerbitan di PoliMedia. Bahasa Indonesia merupakan tulang punggung program studi Penerbitan, karena Penerbitan lebih fokus pada penulisan dan penyuntingan. Maka dari itu, Bahasa Indonesia harus menjadi makanan sehari-hari bagi mahasiswa Penerbitan.

Pada tanggal 9 Februari 2015, kelas Penerbitan 4A akhirnya mendapatkan mata kuliah Bahasa Indonesia yang diampuh oleh Pak Teguh. Sebelumnya, kelas Penerbitan 4A tidak mendapatkan dosen yang menomor satukan kedisplinan ini selama satu semester. Di hari pertama memasuki semester IV beberapa mahasiswa banyak yang mengeluh lupa bagaimana caranya bangun pagi setelah dua minggu libur. Namun, pada saat memasuki semester IV, di hari Senin mereka harus sudah datang di kelas maksimal pukul 07.30, karena jam pertama diisi oleh Pak Teguh dengan mata kuliah Bahasa Indonesia.

Materi Bahasa Indonesia pertama diisi dengan “paragraf”. Materi yang sempat tertinggal dengan kelas lainnya, membuat Pak Teguh harus menyampaikan materi dengan cepat. Mahasiswa tak ada yang berpikir di luar materi Bahasa Indonesia, karena jari dosen ini setiap waktu bisa saja menunjuk pada salah satu mahasiswa dan harus bisa menjawab apa yang ditanyakan.

Mahasiswa tak pernah kehabisan kalimat untuk disusun hingga menjadi sebuah paragraf padu dengan memperhatikan kalimat mayor dan minor. Selain itu, mahasiswa juga dituntut agar memerhatikan segi penyuntingan. Penyuntingan tersebut bukan hanya tanda baca saja, tetapi juga keefektifan, keparalelan, ketegasan, kehematan, kecermatan, kepaduan, kelogisan, ketuntasan, penyulihan, pengacuan, penggunaan kata transisi, dan konsistensi sudut pandang.

Pada paruh kedua mata kuliah Bahasa Indonesia, dilanjutkan dengan materi bentuk dan pilihan kata. Dalam pembentukan kata I terdiri atas bentuk dasar dan bentuk terikat. Untuk pembentukan kata II terdiri atas pengimbuhan, pertalian bentuk, analogi, dan bentuk majemuk. Kemudian untuk bentuk kata III terdiri atas fungsi perulangan dan bentuk pangkas. Lalu dalam pembentukan kata IV terdiri atas akronim, kelas kata, derivasi, infleksi, dan kata serapan.

Bukan hanya itu saja, Beliau juga mengajarkan bagaimana pemakaian kata layak. Pemakaian kata layak tersebut terdiri atas kelayakan gramatikal, geografis, temporal, kata kuno atau arkais, kata usang, kata anakronistis, stalistika, ragam formal dan ragam non formal, sinonim, antonim, hiponim, taksonim, denotasi, konotasi, kata konkret, dan kata abstrak. Selain itu, mata kuliah ini juga mempelajari bagaimana menyunting naskah dengan memerhatikan penggunaan kata berlebih, pemakaian kata dan ungkapan cergas, serta majas.

Mata kuliah ini hanya mendapatkan tiga jam yang terdiri atas 45 menit perjamnya. Dalam jam pertama, Pak Teguh selalu membuka dengan cerita pengalaman maupun pengetahuannya yang unik. Sebagian besar pengetahuannya berupa budaya lokal maupun interlokal, tak heran jika bahan bacaannya ialah majalah “National Geographic”. Wawasan dosen yang hobi travelling ini begitu luas, hingga mahasiswa selalu mendapatkan sedikit cerita dan pengetahuan baru dari cerita pengalamannya yang banyak. Ketika menceritakan wawasannya, Beliau juga menyelipkan beragam celetukan lucu hingga membuat seluruh isi kelas tertawa.

Pada pertemuan terakhir, dosen yang juga hobi fotografi ini memberi bekal motivasi untuk melepas mahasiswa ke jenjang yang lebih tinggi.


“Saat ini kalian telah memasuki fase, kalian akan menjadi apa, kalian akan menjadi siapa,” ujarnya. Kalimat tersebut merupakan kalimat terakhir yang disampaikan kepada mahasiswa saat mata kuliah Bahasa Indonesia terakhir di kelas Penerbitan 4A. Setelah itu, Beliau mengeluarkan kamera DSLR yang sepertinya selalu dibawa saat travelling. Kelas penerbitan 4A menutup momen terakhir dengan foto bersama menggunakan kamera Pak Teguh dan dua kamera ponsel dari mahasiswa. Momen tersebut merupakan momen yang tidak bisa ditemukan kembali di semester berikutnya, tetapi akan selalu teringat dan terkenang dari potret bersama di akhir semester IV ini.[] Prav

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tak Salah Masuk Labirin

LEPASKAN rasa ini dan fokus pada tujuanku. Hilangkan rasa ini dan anggap seperti kau dan aku teman. Aku berusaha sewajarnya, tetapi kau memancingku dengan semua yang aku suka. Musik, gambar, typografi, photo, dan coffee . Lebih jauh mengenalmu membuatku takut. Aku takut kehilanganmu sebagai teman diskusi, sebagai teman yang membantuku untuk melatih kemampuanku mengenal kopi. Kemampuan membuat lidah lebih peka dengan citarasa kopi dan kemampuan untuk kembali menulis. [Jkt, 25/10’15 : 21.08] Aku merasa yang aku alami selama ini ialah sebuah mimpi. Semua hal-hal menakjubkan datang begitu saja. Semua ini berpengaruh positif pada diriku. Ketika berimajinasi mengenai kisah ajaib, aku menanyakan pada diri sendiri. Apakah aku sedang koma? Lalu, hal-hal yang terjadi selama ini ialah mimpi di dalam komaku. Jika, ya, aku yakin akan menyesal ketika sadar. Namun, jika aku ditakdirkan untuk bangun lagi, aku pasti akan mengingat kisah mengesankan itu dan akan mempunyai semangat hidup yang l...

Resensi: Catatan Juang, Membuat Seseorang Berani Bertindak

Photo by Prajna Vita Judul: Catatan Juang Penulis: Fiersa Besari Penerbit: Media Kita Cetakan: Pertama, 2017 Tebal: vi + 306 hal ISBN: 978-797-794-549-7 “Seseorang yang akan menemani setiap langkahmu dengan satu kebaikan kecil setiap harinya”, tertanda Juang. PERNAH terinspirasi dari seseorang? Inspirasi bisa datang dari mana saja. Dari orang, film, karya seni, hal-hal sekitar, lagu, musik, atau bahkan tulisan. Namun, bagaimana jika terinspirasi dari sebuah barang kepunyaan seseorang yang belum dikenal dan mampu mengubah dunia? Apakah itu sebuah Konspirasi Alam Semesta? Ya, karena semesta yang mendukung apa yang akan terjadi. Seperti halnya, semesta akan membawamu pada zona nyaman atau tidak, begitupun sebaliknya, akan membawamu keluar dari zona nyaman atau tidak. Kita juga tidak pernah salah keluar dari zona nyaman apabila semesta mendukung. Setiap konspirasi mungkin akan menyulitnya dan kau sendirilah yang akan tahu seberapa besar kau bisa menggapainya....

Perjalanan dalam Misi Mencicipi Kuliner Lokal dan Bagaimana Kuliner Mendominasi Kehidupan

Aruna & Lidahnya Laksmi Pamuntjak Gramedia November 2014 (Cetakan Pertama) 432 Halaman 978-602-03-0852-4 Rp 78.000,- Sebuah novel tentang makanan, perjalanan, dan konspirasi. Laksmi Pamuntjak mampu menyuguhkan karya fiksi yang mengaitkan kuliner dengan konsep kehidupan. Dalam kasus flu unggas yang terjadi secara serentak di delapan kota di Indonesia, Aruna yang bekerja sebagai konsultan epidemiologi atau disebut “Ahli Wabah” ditugaskan melakukan penelitian. Dalam kesempatan penelitian itu Aruna bersama dua karibnya, Bono dan Nadezhda yang terobsesi terhadap makanan memanfaatkan perjalanannya untuk menikmati kuliner lokal. Dalam misi pencicipan cita rasa makanan bukan hanya mengetahui makanan secara umum, tetapi bagaimana makanan telah mendominasi kehidupan. Konsep kehidupan seperti realita sosial, politik, agama, dan sejarah yang tak hanya berkaitan dengan kolusi, korupsi, konspirasi, dan misinformasi, tetapi juga menyatukan cinta dan pertemanan. Cara...