Langsung ke konten utama

Kau Datang Bersama Malam

Aroma tanah kering yang tersiram air hujan kini memenuhi ruangan tempatku berkutik dengan kertas dan materi ujian. Meskipun tidak asing dengan itu, tetapi tetap terasa istimewa. Biasanya hangat, kali ini bersama dingin.

Terima kasih malam, kau telah membawa hujan. Bersama angin malam dan sedikit dingin yang aku tahu pasti berasal dari air hujan ini.

Tak apalah jika bukan senja yang membawanya. Kau sudah memberi harapan dengan memperdengarkan guntur dan malam yang membawa hujannya. Menyatukan hawa angin malam dan dinginnya embun membuat pori-pori ini melebar.

Teratur. Tidak berubah semakin deras dan semakin mengecil. Membuat aroma tanah tetap ada dalam waktu yang cukup lama.

Sebenarnya tak ada lagi cerita. Bukan tak ada, tetapi belum ada. Namun, tak mungkin aku mampu bercerita pada senja saja. Aku berusaha untuk bercerita pada malam yang membawa hujan.
Suaranya menderu bagai mesin yang berjalan teratur
Tetes-tetes itu membentuk irama penenang otak agar tetap mampu bertutur
Beradu dengan terpal plastik semakin terdengar ramai mengalur
Percikannya membentuk gelembung yang akan hilang beruntun
Deras
Aromanya semakin kuat
Menusuk indra penciuman hingga mampu aku rasakan pada setiap nafas
Iramanya semakin besar tetapi tetap membuatku tenang mendengar

Dan... Ah, tolong jangan kau ganggu dengan suara mesin motor. Aku sedang menikmatinya. Sedikit gangguan suara membuat alunannya terganggu.

Percikan titik-titik air kini mampu aku temukan di kaca jendela rumah ini
Cerita apa yang kau bawa? Sisahkan satu untukku
Hingga aku teringat masa lalu tentang hujan
Membentuk sebuah memori baru yang akan abadi dengan tulisan lain

Begitu istimewa bukan? Anginnya semakin kencang dan aku memilih untuk menutup pintu kemudian menikmati hujan dari dalam rumah.[]Prav


Prajna Vita_
Jakarta, 2 November 2015


*Cerita malam membawa hujan baru saja terdengar di awal November

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Coffee Time: Sebuah Rasa

Photo by, Prajna Farravita Kata apa yang tepat untuk menerjemahkan kompleksitas rasa? Bukan perasaan, tetapi rasa kopi. Bukankah keduanya juga berhubungan? Oh iya, memang keduanya berhubungan sangat erat. Pernah disinggung bahwa kopi perihal candu yang bikin rindu. Ya, rasa kopi memang mencandu dan merindukan. Merindukan pada momen tentunya. Rasa pada sebuah kopi tidak bisa terdeteksi tanpa ada perasaan. Perasaanlah yang mampu menerjemahkan rasa kopi. Terkadang perasaan juga mampu menerjemahkan rasa selain kopi. Rasa rindu. Bisa jadi rindu terhadap kenangan. Saat ini, yang kutahu hidupku berubah. Sebuah rasa yang dulu memang sudah berlalu, tetapi belum sepenuhnya hilang. Pada sebuah labirin itu aku berkutik mencari celah untuk keluar. Ya, aku memang bisa. Lalu, labirin itu kutinggalkan karena aku tidak mau menjadi konflik pada kebahagiaan orang yang pernah kusayangi. Sebuah rasa itu pertama kali kupunyai dan pertama kali pula membuatku kecewa. Aku jatuh sejatuh-jatuhnya tanp

Tidak Mempunyai Rencana Menetap di Satu Kota, Sewa Rumah Menjadi Pilihan

Anda seorang profesional muda? Pasti masih menginginkan pengembangkan kemampuan yang lebih tinggi lagi. Perpindahan dari satu kota ke kota lain kerap terbesit. Mencari pengalaman ke daerah lain memang cara terbaik agar mendapat apa yang diinginkan. Apalagi untuk seseorang yang harus berpindah ke luar negeri untuk melanjutkan studi atau bekerja. Perlu diketahui juga, bahwa berpindah dari satu kota ke kota lain atau dari satu negara ke negara lain bukan hanya mendapatkan pengalaman, tetapi menemukan beragam kehidupan lain. Apabila Anda mempunyai perencanaan seperti itu, lalu bagaimana Anda tinggal di daerah pilihan Anda? Tidak dipungkiri, setiap orang menginginkan tempat tinggal tetap untuk masa depan. Perencanaan tersebut merupakan salah satu nilai kemapanan dalam kehidupan mendatang. Namun, jika Anda seorang profesional muda dan tidak berencana menetap di suatu daerah serta menginginkan pengalaman yang terus baru, pasti tidak mempunyai perencanaan matang untuk investasi berupa ruma

Berbisik pada Bumi Agar Didengar Oleh Langit

Aku tidak tahu mengapa aku ingin membisikkan pada bumi agar didengar oleh langit.   Mungkin, pada hari itu aku sedikit takut membicarakan langsung pada langit. Maka, kubisikkan ke bumi terlebih dahulu, agar langit tahu perlahan. Aku tidak ingin kebahagiaan ini aku rasakan sendiri. Aku ingin berterima kasih pada-Nya melalui celah-celah indra yang kurasakan ketika aku mengingat-Nya. Melalui hujan yang menyapa bumi, aku bisikkan pada titik air hujan yang menempel pada kaca agar disampaikan ke bumi. Bahwa, aku di sini, yang terus meminta, agar aku menjadi orang yang dicari oleh orang yang aku cari. Pada tanggal satu yang dikuti empat, pada dua belas bulan dalam setahun berhenti di angka dua, pada tahun dua kosong satu enam, dan pada waktu sepertiga malam, tulisan itu mengalir pada senja, pukul tujuh belas di menit ke lima, satu prosa mengalir saat ditemani sapaan langit terhadap bumi.  Aku telah menemukan hamba-Nya yang membuatku lebih dekat dengan-Nya, hamba-Nya yang menyadarka