Langsung ke konten utama

Kau, Sang Antonim dari Hitam

Photo, Prajna Farravita

To, Kau, yang membawa doa suci, dipikul dari sebuah nama warna

Siapa yang pertama kali mengenalkanku pada takdir yang melaju layaknya perahu kertas? Kau
Siapa yang memasukkanku pada sebuah jaring laba-laba yang berada di atas jaring? Kau
Siapa yang mengajakku melebur dalam kalimat ilmiah melalui rangkaian diksi indah nun rumit? Kau
Siapa yang menggandengku menelusuri kesibukan kota yang tak bisa diajak bicara? Kau
Siapa yang mendorongku untuk bertemu dengan banyak literatur dengan cara apapun agar penanya tergores dan abadi bersamaku? Kau
Siapa yang menjadi pengamatanku untuk belajar bermain dalam duniaku sendiri dan mencari solusi ketika menghadapi berbagai hal, bermonolog dan berdialog dangan Dia Yang Maha Tahu? Aku katakan, lagi-lagi kau.

Sebuah ledakan bintang yang menyisihkan satu dan keluar dari jalur, lalu Bintang Jatuh itu menemui Ksatria dan Putri. Supernova. Object kedua aku mengenali kompleksitas diksi dalam sebuah sainsfiction setelah aku selesai menelusuri lajuan perahu kertas darimu.

Kau percaya, bahwa di dunia ini tak ada yang kebetulan? Hanya keterbatasan pikiran manusia saja yang mengatakan sesuatu tak terduga itu sebuah kebetulan. Aku mengucapkan terimakasih pada Tuhan berkali-kali, karena aku mendapatkan hasil tak terhingga dari harapanku yang nol.—Pada dasarnya, ketika mengharapkan dua, kita mendapatkan satu. Ketika mengharapkan satu, kita juga mendapatkan satu. Namun, ketika kita tak mengharapkan apa-apa, tak terhingga yang kita dapatkan.

Ucapan terakhirmu_24 Mei 2016 : 23.59_kurang satu menit menuju 25 Mei, sungguh mampu masuk dalam draf epilog paling berkesan hari itu. Aku menemukan susunan kalimat dengan diksi yang indah untuk mengisi epilog satu tahun pada umur 20 tahun. Jujur saja, untuk prolog sepertinya tersusun dengan kalimat yang semprawut. Karna sedikit sekali yang menarik, tetapi tetap bermakna, kok. :D

Tuhan memahami. Sekali lagi, semua ini merupakan skenario yang telah direncanakan-Nya. Kita tidak tahu apa konflik yang akan dirangkai dan bagaimana alurnya. Aku percaya, bahwa kau tokoh utama pilihan-Nya dan pada hari selasa, angka dua puluh empat di dalam bulan lima pada tahun dua kosong satu enam tepat pukul dua tiga lima sembilan itu merupakan alur waktu. Sedangkan gebrakan perkembangan teknologi merupakan alur tempatnya.

Bungkam itu telah pecah dan masing-masing tahu asal muasalnya. Aku kehilanganmu dan kehilangan tempat kenyamanan itu. Kini tak apa jika waktu masih lebih menyamankan kita untuk sendiri dengan kesibukan masing-masing. Dan, jangan pernah bilang kebetulan jika ada hal-hal tak terduga mengesankan kita. Padahal, tak ada harapan sama sekali. Itu rencana-Nya dan kita hanya pemeran-Nya. Sama seperti perahu kertas, bukan? Tak pernah tahu berhenti dimana, kita hanya berharap yang terbaik dan bangga pada saat melajukannya. Semua itu, cukup ucapkan terimakasih, Rabb.[]Prav


Prajna Vita_
Jakarta, 25 Mei 2016
08.24


*Oh, culik aku, agar aku tak luput dengan tulisan yang merajalela jauh. Satu kata yang memasuki otak terlalu memaksa meminta untuk dirangkaikan. Karna, wadah yang diam ini begitu lama terisi penuh—lebih dalam dari tong sampah—dan kenyamanan alternatifku ada di sini

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Coffee Time: Sebuah Rasa

Photo by, Prajna Farravita Kata apa yang tepat untuk menerjemahkan kompleksitas rasa? Bukan perasaan, tetapi rasa kopi. Bukankah keduanya juga berhubungan? Oh iya, memang keduanya berhubungan sangat erat. Pernah disinggung bahwa kopi perihal candu yang bikin rindu. Ya, rasa kopi memang mencandu dan merindukan. Merindukan pada momen tentunya. Rasa pada sebuah kopi tidak bisa terdeteksi tanpa ada perasaan. Perasaanlah yang mampu menerjemahkan rasa kopi. Terkadang perasaan juga mampu menerjemahkan rasa selain kopi. Rasa rindu. Bisa jadi rindu terhadap kenangan. Saat ini, yang kutahu hidupku berubah. Sebuah rasa yang dulu memang sudah berlalu, tetapi belum sepenuhnya hilang. Pada sebuah labirin itu aku berkutik mencari celah untuk keluar. Ya, aku memang bisa. Lalu, labirin itu kutinggalkan karena aku tidak mau menjadi konflik pada kebahagiaan orang yang pernah kusayangi. Sebuah rasa itu pertama kali kupunyai dan pertama kali pula membuatku kecewa. Aku jatuh sejatuh-jatuhnya tanp

Tidak Mempunyai Rencana Menetap di Satu Kota, Sewa Rumah Menjadi Pilihan

Anda seorang profesional muda? Pasti masih menginginkan pengembangkan kemampuan yang lebih tinggi lagi. Perpindahan dari satu kota ke kota lain kerap terbesit. Mencari pengalaman ke daerah lain memang cara terbaik agar mendapat apa yang diinginkan. Apalagi untuk seseorang yang harus berpindah ke luar negeri untuk melanjutkan studi atau bekerja. Perlu diketahui juga, bahwa berpindah dari satu kota ke kota lain atau dari satu negara ke negara lain bukan hanya mendapatkan pengalaman, tetapi menemukan beragam kehidupan lain. Apabila Anda mempunyai perencanaan seperti itu, lalu bagaimana Anda tinggal di daerah pilihan Anda? Tidak dipungkiri, setiap orang menginginkan tempat tinggal tetap untuk masa depan. Perencanaan tersebut merupakan salah satu nilai kemapanan dalam kehidupan mendatang. Namun, jika Anda seorang profesional muda dan tidak berencana menetap di suatu daerah serta menginginkan pengalaman yang terus baru, pasti tidak mempunyai perencanaan matang untuk investasi berupa ruma

Berbisik pada Bumi Agar Didengar Oleh Langit

Aku tidak tahu mengapa aku ingin membisikkan pada bumi agar didengar oleh langit.   Mungkin, pada hari itu aku sedikit takut membicarakan langsung pada langit. Maka, kubisikkan ke bumi terlebih dahulu, agar langit tahu perlahan. Aku tidak ingin kebahagiaan ini aku rasakan sendiri. Aku ingin berterima kasih pada-Nya melalui celah-celah indra yang kurasakan ketika aku mengingat-Nya. Melalui hujan yang menyapa bumi, aku bisikkan pada titik air hujan yang menempel pada kaca agar disampaikan ke bumi. Bahwa, aku di sini, yang terus meminta, agar aku menjadi orang yang dicari oleh orang yang aku cari. Pada tanggal satu yang dikuti empat, pada dua belas bulan dalam setahun berhenti di angka dua, pada tahun dua kosong satu enam, dan pada waktu sepertiga malam, tulisan itu mengalir pada senja, pukul tujuh belas di menit ke lima, satu prosa mengalir saat ditemani sapaan langit terhadap bumi.  Aku telah menemukan hamba-Nya yang membuatku lebih dekat dengan-Nya, hamba-Nya yang menyadarka