Photo by, Prajna Farravita Located in Ujungnegoro Beach |
Apakah perlu meng-ekskavasi
rasa agar mampu menuliskan segala inspirasi yang pernah datang pada saat
kesibukan menekan waktu dan mendadak amnesia ketika waktu melonggar sepanjang
hari?
Ya. Beragam rasa muncul
ketika tidak memiliki celah untuk menulis satu kalimat. Barang satu kata pun
entah lari ke mana. Ketika satu jam saja longgar semuanya menghilang, terbawa
oleh penyakit bernama amnesia.
Aku ingin menuliskan puisi
untuk Tuhan, tetapi satu kata pun tidak muncul.
Aku ingin menuliskan prosa
untuk ruhku sendiri, tetapi waktu mendadak berhenti dan kosong. Aku seperti
dililit oleh benang semu yang melumpuhkan pikiran.
Mungkin membutuhkan
perenungan untuk mendebatkan kelumpuhan otak ini.
Perenungan?
Aku menemukan satu kata yang
mampu menuliskan gagasan dari ‘perenungan’. Perenungan membuatku mengerti
bagaimana semesta. Bagaimana Tuhan berperan dalam dunia. Mengatur segala bentuk
kejadian-kejadian detail. Itu semua dapat dirasakan oleh orang yang memikirkan.
‘Siapa aku? Di mana aku?
Dan mau ke mana aku?”
Pertanyaan sederhana itu
pernah diungkapkan oleh seorang filsuf—saya lupa siapa—mengenai kedudukan
manusia yang sama di mata Tuhan.
Ya. Sebuah permulaan untuk
menemukan pemikiran--lebih tepatnya menghancurkan ekskavasi rasa--ialah dengan
PERENUNGAN.[]Prav
Prajna Vita
Jakarta,
26 November 2016
17.15
Komentar
Posting Komentar