Langsung ke konten utama

Jejak Pemikir Sang Pengembara

Photo by, Muhammad N.G

Jangan katakan sudah pernah mengunjungi ke sana tetapi pulang hanya membawa cerita tanpa makna.
Jangan katakan sudah pernah melihat keindahan di sana tetapi belum juga sadar siapa yang menciptakannya.
Jangan merekomendasikan pada banyak orang untuk datang ke sana tanpa menerangkan apa yang perlu dicari di sana.
Semua tempat bisa tampak indah jika kita hanya datang, melihat, mengabadikan momen, lalu duduk diam.
Semua tempat juga bisa tampak menyedihkan jika kita datang, mengeluh, duduk dan tanpa melihat.

Sebaliknya,
Semua tempat yang indah bisa saja menyedihkan jika kita hanya melihat tanpa bersyukur.
Semua tempat yang menyedihkan bisa tampak indah jika kita mampu memantapkan diri kita sendiri bahwa perjalanan itu terbayar.
Jangan katakan sangat melelahkan untuk berjalan ke sana tetapi rasa itu masih buta.
Jangan katakan membutuhkan banyak waktu untuk bisa ke sana tetapi batin itu masih belum mampu berbicara.

Pengembara tak pernah protes tentang apa yang ia lihat, indah ataupun menyedihkan, menakjubkan atau bahkan mengecewakan, tetapi batinnya melihat. Melihat berbagai rangkaian perjalanan dari kaki yang ia langkahkan.

Lelah! Tentu saja, tetapi apakah dengan mengeluh-eluhkan ia dapat memutar waktu?--Jika mampu ia pasti memundurkan hari penghancuran dunia, bukan? Tak bisa dan bahkan tak punya hak.

Terkadang waktu itu menyedihkan. Ya. Jika ia menyerah dan memilih dibutakan oleh sudut pandang yang itu-itu saja. Sayangnya, ia mampu bersahabat dengan waktu, memaklumkan setiap keadaan, memilih bertahan dan bersabar meski badai, angin lintang, atau bahkan gelombang pasang berusaha menerbangkan dan menghanyutkannya.

Menjadi pengembara itu menyedihkan? Justru perlu memujanya karena diam dan heningnya tetap membawanya menelusuri dunia. Jejaknya tak pasti tetapi maknanya pasti. Langkahnya tak jelas tetapi tujuannya jelas berarti.[]Prav



Prajna Vita
Jakarta, 25 Desember 2016

21.42


* Dedicated to Muhammad N.G

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Coffee Time: Sebuah Rasa

Photo by, Prajna Farravita Kata apa yang tepat untuk menerjemahkan kompleksitas rasa? Bukan perasaan, tetapi rasa kopi. Bukankah keduanya juga berhubungan? Oh iya, memang keduanya berhubungan sangat erat. Pernah disinggung bahwa kopi perihal candu yang bikin rindu. Ya, rasa kopi memang mencandu dan merindukan. Merindukan pada momen tentunya. Rasa pada sebuah kopi tidak bisa terdeteksi tanpa ada perasaan. Perasaanlah yang mampu menerjemahkan rasa kopi. Terkadang perasaan juga mampu menerjemahkan rasa selain kopi. Rasa rindu. Bisa jadi rindu terhadap kenangan. Saat ini, yang kutahu hidupku berubah. Sebuah rasa yang dulu memang sudah berlalu, tetapi belum sepenuhnya hilang. Pada sebuah labirin itu aku berkutik mencari celah untuk keluar. Ya, aku memang bisa. Lalu, labirin itu kutinggalkan karena aku tidak mau menjadi konflik pada kebahagiaan orang yang pernah kusayangi. Sebuah rasa itu pertama kali kupunyai dan pertama kali pula membuatku kecewa. Aku jatuh sejatuh-jatuhnya tanp

Tidak Mempunyai Rencana Menetap di Satu Kota, Sewa Rumah Menjadi Pilihan

Anda seorang profesional muda? Pasti masih menginginkan pengembangkan kemampuan yang lebih tinggi lagi. Perpindahan dari satu kota ke kota lain kerap terbesit. Mencari pengalaman ke daerah lain memang cara terbaik agar mendapat apa yang diinginkan. Apalagi untuk seseorang yang harus berpindah ke luar negeri untuk melanjutkan studi atau bekerja. Perlu diketahui juga, bahwa berpindah dari satu kota ke kota lain atau dari satu negara ke negara lain bukan hanya mendapatkan pengalaman, tetapi menemukan beragam kehidupan lain. Apabila Anda mempunyai perencanaan seperti itu, lalu bagaimana Anda tinggal di daerah pilihan Anda? Tidak dipungkiri, setiap orang menginginkan tempat tinggal tetap untuk masa depan. Perencanaan tersebut merupakan salah satu nilai kemapanan dalam kehidupan mendatang. Namun, jika Anda seorang profesional muda dan tidak berencana menetap di suatu daerah serta menginginkan pengalaman yang terus baru, pasti tidak mempunyai perencanaan matang untuk investasi berupa ruma

Berbisik pada Bumi Agar Didengar Oleh Langit

Aku tidak tahu mengapa aku ingin membisikkan pada bumi agar didengar oleh langit.   Mungkin, pada hari itu aku sedikit takut membicarakan langsung pada langit. Maka, kubisikkan ke bumi terlebih dahulu, agar langit tahu perlahan. Aku tidak ingin kebahagiaan ini aku rasakan sendiri. Aku ingin berterima kasih pada-Nya melalui celah-celah indra yang kurasakan ketika aku mengingat-Nya. Melalui hujan yang menyapa bumi, aku bisikkan pada titik air hujan yang menempel pada kaca agar disampaikan ke bumi. Bahwa, aku di sini, yang terus meminta, agar aku menjadi orang yang dicari oleh orang yang aku cari. Pada tanggal satu yang dikuti empat, pada dua belas bulan dalam setahun berhenti di angka dua, pada tahun dua kosong satu enam, dan pada waktu sepertiga malam, tulisan itu mengalir pada senja, pukul tujuh belas di menit ke lima, satu prosa mengalir saat ditemani sapaan langit terhadap bumi.  Aku telah menemukan hamba-Nya yang membuatku lebih dekat dengan-Nya, hamba-Nya yang menyadarka