Photo by, Muhammad N.G |
Kepincangan dunia itu ketika pembicara
yang benar berkoar tetapi dianggap sok pintar
--0o0--
Sadar
atau tidak bahwa dunia ini penuh kedustaan. Tidak semudah itu menyebut
matematika ialah ilmu pasti. Tidak juga segampang memecahkan filsafat tentang
manusia. Lalu? Apakah serumit statistika untuk mendapatkan kebenaran.
Tidak
perlu ikut berpikir kompleks jika maunya minta didengar. Apakah berbicara itu
semudah memecahkan pembagian satu bagi satu? Ya, jika itu pasti, tetapi
ketidakpastian lebih tampak.
Ketidakpastian
itu seperti pura-pura mendengar tetapi menghakimi di belakang. Sama seperti
mengakui dirinya baik tetapi lebih buruk dari yang pura-pura buruk.
--o0o--
Aku
pernah menemukan mulut yang selalu diam. Dari sekian banyak pengamatanku diam
itu menyimpan berbagai pemikiran yang hebat. Bahkan sekali berbicara mampu
membungkamkan mulut-mulut berkoar tanpa inti.
Profesionalnya
yang tinggi tentu saja membuatnya memiliki nilai tambah. Kalau sudah begitu
bukankah karakternya untuk berpikir dan berbicara akan lebih baik? Nyatanya
tidak. Aku mendengarnya menghakimi orang lain begitu buruk.
“Dia
itu sok pintar!” Katanya kepada orang lain. Aku mendengarnya saja sakit hati.
--o0o--
Photo by, Muhammad N.G |
Apakah
dapat dikatakan bahwa berbicara itu mudah? Tidak dan tidak sama sekali.
Sekarang berbicara dusta dianggap benar. Berbicara kebenaran dianggap sok tahu.
Apakah
sulit mengatakan “kau salah” lalu membenarkannya? Jangan lantas diam tetapi
menghakimi di balik tembok.
Apakah
lebih mudah men-judge bahwa orang itu jahat tanpa perlu tahu apa yang baik
darinya. Sama seperti topik yang sulit dikatakan ‘benar’ jika kata ‘salah’
masih tetap berada pada poin pertama.
Apakah
terlalu krusial untuk membedakan mana yang perlu diakui dusta, benar, dan, sok
tahu? Jangan pula terlalu berpihak padaku karena aku sendiri masih terus
belajar bagaimana menilai orang baik di balik keburukan dan orang buruk di
balik kebaikan. Itu terlalu sulit ditentukan hanya dengan hitungan hari.[]Prav
Prajna
Vita
Depok, 2 Maret 2017
10.48
*
Ditulis ketika kesunyian menyelimuti ruangan dan meja di depanku benar-benar
kosong tanpa naskah. Foto (1) diambil di Paralayang, Malang dan foto (2) diambil di Padang.
Komentar
Posting Komentar