Langsung ke konten utama

Memberinya me- tak pernah mendapat di-


(Dalam perspektif kebaikan)
Waktu terus menguji dan aku t’lah diuji

Merasakan tetapi tak pernah dirasakan
Mendengarkan tetapi tak pernah didengarkan
Menghargai tetapi tak pernah dihargai
Memperhatikan tetapi tak pernah diperhatikan
Mengetahui tetapi tak pernah diketahui
Memahami tetapi tak pernah dipahami
Mengerti tetapi tak pernah dimengerti
.
Merindukan tetapi tak pernah dirindukan
Mengucapkan tetapi tak pernah diucapkan
Menyatakan tetapi tak pernah dinyatakan
Memprioritaskan tetapi tak pernah diprioritaskan
Mengutamakan tetapi tak pernah diutamakan
Mengapresiasi tetapi tak pernah diapresiasi
Memuji tetapi tak pernah dipuji
Mengadakan tetapi tak pernah diadakan
.
Menyayangi tetapi tak pernah disayangi
Memikirkan tetapi tak pernah dipikirkan
Dan, t’lah terjawab, bahwa semua itu hanya rasa yang sepihak
.
Waktu t’lah menguji.
Cukup. Ada ketika keluh kesahnya hadir dan membiarkannya ketika sudah mendapatkan kebahagiaannya.
Cukup. Ada ketika masih berada di jurang dan pergi ketika sudah berada di panggung.
Cukup. Ada ketika kesepian dan menghilang ketika sudah mendapatkan keramaiannya.
Cukup. Cukup menjadi seseorang yang menemani kesusahannya dan mungkin tak pernah dilihat kembali ketika sudah mendapat kesenangannya. Aku bukan apa-apa lagi. Bukan siapa-siapa lagi.
.
Aku sadar diri, bahwa aku masih menjadi manusia bodoh dan tak memiliki apa-apa yang bisa terhitung banyaknya.
Aku hanya memiliki rasa sayang yang mungkin tak bermateri, tetapi semoga saja bernilai lebih dari semua itu.
.
Aku tak pernah mengenal lagi, ia yang membimbingku.
Aku tak pernah mengenal lagi, ia yang terus mengingatkanku untuk bersyukur.
Aku tak pernah mengenal lagi, ia yang berusaha sabar.
Aku merindukan semua itu, tetapi aku sadar betul, aku bisa apa! Aku (amat jauh) jauh dari manusia impiannya.
Aku hanya bisa bermodalkan rasa sayang, sayangnya tak pernah disadarinya.
Dan, entah, apakah aku bisa lagi menjadi seorang penyayang atau tidak. Biarkan waktu menguji dan aku yang teruji.

Jakarta, 26 Juni 2016
21.25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tak Salah Masuk Labirin

LEPASKAN rasa ini dan fokus pada tujuanku. Hilangkan rasa ini dan anggap seperti kau dan aku teman. Aku berusaha sewajarnya, tetapi kau memancingku dengan semua yang aku suka. Musik, gambar, typografi, photo, dan coffee . Lebih jauh mengenalmu membuatku takut. Aku takut kehilanganmu sebagai teman diskusi, sebagai teman yang membantuku untuk melatih kemampuanku mengenal kopi. Kemampuan membuat lidah lebih peka dengan citarasa kopi dan kemampuan untuk kembali menulis. [Jkt, 25/10’15 : 21.08] Aku merasa yang aku alami selama ini ialah sebuah mimpi. Semua hal-hal menakjubkan datang begitu saja. Semua ini berpengaruh positif pada diriku. Ketika berimajinasi mengenai kisah ajaib, aku menanyakan pada diri sendiri. Apakah aku sedang koma? Lalu, hal-hal yang terjadi selama ini ialah mimpi di dalam komaku. Jika, ya, aku yakin akan menyesal ketika sadar. Namun, jika aku ditakdirkan untuk bangun lagi, aku pasti akan mengingat kisah mengesankan itu dan akan mempunyai semangat hidup yang l...

Resensi: Catatan Juang, Membuat Seseorang Berani Bertindak

Photo by Prajna Vita Judul: Catatan Juang Penulis: Fiersa Besari Penerbit: Media Kita Cetakan: Pertama, 2017 Tebal: vi + 306 hal ISBN: 978-797-794-549-7 “Seseorang yang akan menemani setiap langkahmu dengan satu kebaikan kecil setiap harinya”, tertanda Juang. PERNAH terinspirasi dari seseorang? Inspirasi bisa datang dari mana saja. Dari orang, film, karya seni, hal-hal sekitar, lagu, musik, atau bahkan tulisan. Namun, bagaimana jika terinspirasi dari sebuah barang kepunyaan seseorang yang belum dikenal dan mampu mengubah dunia? Apakah itu sebuah Konspirasi Alam Semesta? Ya, karena semesta yang mendukung apa yang akan terjadi. Seperti halnya, semesta akan membawamu pada zona nyaman atau tidak, begitupun sebaliknya, akan membawamu keluar dari zona nyaman atau tidak. Kita juga tidak pernah salah keluar dari zona nyaman apabila semesta mendukung. Setiap konspirasi mungkin akan menyulitnya dan kau sendirilah yang akan tahu seberapa besar kau bisa menggapainya....

Perjalanan dalam Misi Mencicipi Kuliner Lokal dan Bagaimana Kuliner Mendominasi Kehidupan

Aruna & Lidahnya Laksmi Pamuntjak Gramedia November 2014 (Cetakan Pertama) 432 Halaman 978-602-03-0852-4 Rp 78.000,- Sebuah novel tentang makanan, perjalanan, dan konspirasi. Laksmi Pamuntjak mampu menyuguhkan karya fiksi yang mengaitkan kuliner dengan konsep kehidupan. Dalam kasus flu unggas yang terjadi secara serentak di delapan kota di Indonesia, Aruna yang bekerja sebagai konsultan epidemiologi atau disebut “Ahli Wabah” ditugaskan melakukan penelitian. Dalam kesempatan penelitian itu Aruna bersama dua karibnya, Bono dan Nadezhda yang terobsesi terhadap makanan memanfaatkan perjalanannya untuk menikmati kuliner lokal. Dalam misi pencicipan cita rasa makanan bukan hanya mengetahui makanan secara umum, tetapi bagaimana makanan telah mendominasi kehidupan. Konsep kehidupan seperti realita sosial, politik, agama, dan sejarah yang tak hanya berkaitan dengan kolusi, korupsi, konspirasi, dan misinformasi, tetapi juga menyatukan cinta dan pertemanan. Cara...