Langsung ke konten utama

Perihal (Sayang) Sepihak


Baru kusadari cintaku bertepuk sebelah tangan
Kau buat remuk sluruh hatiku
Semoga akan datang keajaiban hingga akhirnya kau pun tahu
Aku mencintaimu lebih dari yang kau tahu
Meski kau tak kan pernah tahu
~ Dewa 19 – Pupus ~

Mungkin lagu itu akan terus mengiriku, terus mengiringi, dan akan terus mengiringi hari-hariku. Tak pernah berubah, tak pernah berganti, tak pernah berbeda. Untuk kesekian kalinya, entah sudah berapa kali aku merasakannya, tetapi ini lebih-lebih menyakitkan.
           Kau tahu perihal ‘Sayang’, hah! Kau tahu itu, dan kau mengetahui itu! Tapi lagakmu seakan tak mau tahu dan tak mau peduli atau pura-pura tidak tahu?!
           Kau tahu perihal ‘Sepihak’, hah! Mungkin kau tahu dan sikapmu seakan membalas padahal tidak sama sekali, tidak sedikitpun. Dan, sekarang aku menyadari bahwa itu semu. Bahwa itu hanya untuk menenangkan hatimu yang tak kuat merasa hampa, tak kuat merasa kosong dan tak menganggap bahkan tidak menghargai perasaanku. Hanya sebagai teman pelampiasanmu! Begitu?!
           Kau tahu perihal ‘Rindu’, hah! Kau tak akan pernah tahu seberat apa orang yang merindukanmu tetapi, yah, hanya ada kau dan duniamu. Cukup. Tak lebih.
           Apa aku sayang pada orang yang salah? Apa aku menyimpan sayang pada orang yang salah? Apa aku perlu memukul diriku sendiri, menganiaya diriku sendiri, atau bahkan bunuh diri karena aku begitu bodoh atau aku terlalu dibodohkan!? Aku tahu, aku bodoh menyimpan rasa sayang itu tetapi mengapa masih saja dan masih terus ada!? Persetan apa ini?! Sebuah ke-tulusan-kah?! Entahlah…,
           Begini! Ini awal kalinya aku merasakan itu. Awal kalinya dan aku tahu sekarang bagaimana rasanya. Tidak enak. Sungguh. Tidak enak. Aku ingin menemukan orang sepertimu dengan pemikiran sepertimu, dan aku menemukannya, hingga aku pernah merasakan hidup dengan warna selain hitam, putih, dan abu-abu. Apakah waktu itu Tuhan sedang menghiburku? Tapi aku mendapatkan banyak pelajaran ketuhanan dan kehidupan darimu.
           Aku kapok jatuh cinta. Aku tak mau cinta karena aku tidak mau jatuh. Masih aku katakan bahwa aku menyayangimu cukup aku ada ketika kau sulit, selebihnya itu urusanmu. Aku tidak menuntut apapun. Kau bahagia dengan kebahagiaanmu, itu cukup membuatku bahagia. Aku tetap menyayangimu selagi aku masih bisa menyayangimu. Selagi aku masih berada di bumi, selagi aku masih bernapas, selagi aku masih bisa merasakan.
           Aku tidak tahu apa yang akan terjadi nanti. “Terlalu banyak kemungkinan di depan sana,” katamu. Bahkan setiap kata yang kau ucapkan pun aku mengingatnya meski aku bodoh, meski aku lemah menangkap topik pembicaraan, meski cara berpikirku terlalu kaku dan membuatmu gemas bukan?! Hah,
           Terimakasih untuk inspirasi yang sangaaaaaaat banyak sampai aku mampu menyelesaikan satu sikuel pertamaku. Aku mampu menyelesaikan prosa-prosa pendekku. Pengalamanku merambat ke dunia yang baru, dunia yang kompleks, dunia labirin.
           Aku berharap, aku dapat menyayangimu terus, selamanya, tapi aku bisa apa sekarang?! Ketika sayang sepihak tak mampu membuat perasaanku terlimpahkan. Apa aku harus melimpahkan rasa sayang itu pada diri sendiri? Dokter saja tidak mampu mengobati dirinya sendiri! Aku tahu realitasnya, karena aku selalu mencoba untuk realitas! Sekarang saja berbeda. Bimbinganmu padaku saja sudah menipis perlahan hilang. Pembicaraanmu terus berhenti di satu topik hingga akhirnya habis. Pemikiranmu melesat pada masa lalu yang kau temukan kembali dengan model baru. Aku rindu ketika kau mengatakan bahwa kau menginginkan berjalan mencari ridho Allah. Mencari ridho Allah bukan perihal ibadah atau mengagumi semesta saja, tetapi ta’at, tunduk tanpa syarat. Ta’at dalam segalanya. Ah, tapi aku yakin kau mampu mengubah semuanya menjadi apa yang kau mau, termasuk mengubahnya agar ikut berjalan di jalan yang benar. Aku percaya itu.
           Aku tidak tahu persis bagaimana perasaanmu. Aku hanya mampu membuat perkiraan-perkiraan naif. Terus begitu dan akan terus begitu. Kesalahanku menjadi pelajaranku, tetapi aku tidak menjamin perasaan ini akan hilang begitu saja atau mampu digantikan oleh yang baru. Aku tidak tahu, apakah aku bisa? Apakah aku mampu? Apakah aku sanggup?
           Biarkan semua berjalan seperti air dan kau berada pada kebahagiaanmu. Tak usah pedulikan aku. Saat ini, entah sampai kapan aku masih terus dan akan terus belajar bagaimana caranya melepaskan, meski aku tidak tahu caranya, aku tidak tahu strateginya. Aku tidak tahu apakah itu bisa aku lakukan? Setidaknya, terlebih dahulu aku kembali mengubah duniaku menjadi hitam, putih, dan abu-abu. Lihat saja nanti………..
*Di sini duniaku. Aku memang membutuhkan kenyamanan lain untuk meluapkan semuanya, tetapi aku tidak (belum) memiliki kenyamanan lain—mungkin tak akan pernah ada–selain di sini dan berdialog dengan dengan-Nya*



Jakarta, 1 September 2016
08.11

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Coffee Time: Sebuah Rasa

Photo by, Prajna Farravita Kata apa yang tepat untuk menerjemahkan kompleksitas rasa? Bukan perasaan, tetapi rasa kopi. Bukankah keduanya juga berhubungan? Oh iya, memang keduanya berhubungan sangat erat. Pernah disinggung bahwa kopi perihal candu yang bikin rindu. Ya, rasa kopi memang mencandu dan merindukan. Merindukan pada momen tentunya. Rasa pada sebuah kopi tidak bisa terdeteksi tanpa ada perasaan. Perasaanlah yang mampu menerjemahkan rasa kopi. Terkadang perasaan juga mampu menerjemahkan rasa selain kopi. Rasa rindu. Bisa jadi rindu terhadap kenangan. Saat ini, yang kutahu hidupku berubah. Sebuah rasa yang dulu memang sudah berlalu, tetapi belum sepenuhnya hilang. Pada sebuah labirin itu aku berkutik mencari celah untuk keluar. Ya, aku memang bisa. Lalu, labirin itu kutinggalkan karena aku tidak mau menjadi konflik pada kebahagiaan orang yang pernah kusayangi. Sebuah rasa itu pertama kali kupunyai dan pertama kali pula membuatku kecewa. Aku jatuh sejatuh-jatuhnya tanp

Tidak Mempunyai Rencana Menetap di Satu Kota, Sewa Rumah Menjadi Pilihan

Anda seorang profesional muda? Pasti masih menginginkan pengembangkan kemampuan yang lebih tinggi lagi. Perpindahan dari satu kota ke kota lain kerap terbesit. Mencari pengalaman ke daerah lain memang cara terbaik agar mendapat apa yang diinginkan. Apalagi untuk seseorang yang harus berpindah ke luar negeri untuk melanjutkan studi atau bekerja. Perlu diketahui juga, bahwa berpindah dari satu kota ke kota lain atau dari satu negara ke negara lain bukan hanya mendapatkan pengalaman, tetapi menemukan beragam kehidupan lain. Apabila Anda mempunyai perencanaan seperti itu, lalu bagaimana Anda tinggal di daerah pilihan Anda? Tidak dipungkiri, setiap orang menginginkan tempat tinggal tetap untuk masa depan. Perencanaan tersebut merupakan salah satu nilai kemapanan dalam kehidupan mendatang. Namun, jika Anda seorang profesional muda dan tidak berencana menetap di suatu daerah serta menginginkan pengalaman yang terus baru, pasti tidak mempunyai perencanaan matang untuk investasi berupa ruma

Berbisik pada Bumi Agar Didengar Oleh Langit

Aku tidak tahu mengapa aku ingin membisikkan pada bumi agar didengar oleh langit.   Mungkin, pada hari itu aku sedikit takut membicarakan langsung pada langit. Maka, kubisikkan ke bumi terlebih dahulu, agar langit tahu perlahan. Aku tidak ingin kebahagiaan ini aku rasakan sendiri. Aku ingin berterima kasih pada-Nya melalui celah-celah indra yang kurasakan ketika aku mengingat-Nya. Melalui hujan yang menyapa bumi, aku bisikkan pada titik air hujan yang menempel pada kaca agar disampaikan ke bumi. Bahwa, aku di sini, yang terus meminta, agar aku menjadi orang yang dicari oleh orang yang aku cari. Pada tanggal satu yang dikuti empat, pada dua belas bulan dalam setahun berhenti di angka dua, pada tahun dua kosong satu enam, dan pada waktu sepertiga malam, tulisan itu mengalir pada senja, pukul tujuh belas di menit ke lima, satu prosa mengalir saat ditemani sapaan langit terhadap bumi.  Aku telah menemukan hamba-Nya yang membuatku lebih dekat dengan-Nya, hamba-Nya yang menyadarka