Photo by, Prajna Farravita |
Membicarakan masa lalu? Tidak. Tidak begitu lalu. Mungkin. Masa lampau. Sebuah Kenangan? Cocok disuguhkan bersama secangkir kopi. Pahit. Tidak juga karena Penyeduh kopi dapat menyeduhkan kopi tanpa rasa pahit.
Sebuah cerita masa lampau sering menjadi kenangan. Dan, kopi berperan menjadi ekskavasi yang akan tetap terasa baru. Perihal rindu? Tentu saja “Kopi ialah candu yang bikin rindu”. Aku peringatkan, hati-hati merindu. Kalau-kalau orang yang kau rindu tidak merindukanmu kau harus siap bertepuk tangan sendiri. Jangan buat hidupmu seperti drama karena kopi pun sangat realitas.
Membicarakan kenangan. Tak ada salahnya pula menyimpan setiap momen pada sebuah jepretan foto. Jangan kaget dengan seluk beluk pandangan seorang fotografer. Setiap sisi pun bisa dibidik menjadi jepretan yang sederhana tetapi bercerita. Jangan hakimi pula ketika pecinta foto duduk diam memerhatikan setiap sisi objek karena objek itu menjadi menakjubkan. Bisa saja sikapnya dingin, tidak romantis, dan tak peduli. Namun, ia memiliki cara sendiri untuk mencintai. Ia memiliki sudut berbeda untuk menerjemahkan apa itu cinta, apa itu sayang, dan apa itu rindu.
Di sisi lain, kopi juga tak ketinggalan dari tangan seorang musisi. Kopi dan musik? Tak pernah dipisahkan. Romantis? Tentu saja. Sebuah melodi gitar akan menjadi gula untuk kopi pahit.
Sebuah pengibaratan bisa dilakukan asalkan kau bisa menemukan perihal-perihal kecil di semesta ini. Aku tak pernah bosan mencari pengibaratan, khususnya yang berhubungan dengan kopi. Aku terlalu hiperbol memfilosofikan kopi? Ya, memang hidupku hanya ditemani kopi. Tunggu. Aku sendiri? Ya, tetapi itu bukan masalah bagiku karena aku tidak pernah mempermasalahkannya.
Sendiri begitu menyenangkan karena aku tidak perlu membicarakan topik-topik yang kubuat kompleks. Cukup bermonolog di jaring di atas jaring. Tidak menemukan jawaban tetapi justru menciptakan pertanyaan baru. Biar saja, karena hanya aku yang bertanya dan aku yang menjawabnya.
Terkadang mencari seseorang yang memiliki pemikiran lebih tinggi cukup sulit. Aku pernah menemukannya, tetapi sudah tidak tahu kemana karena memang akulah yang menciptakan jarak—tetapi aku tidak membencinya. Berawal dari kopi. Ya, dari sebuah kopi aku menemukan sebuah labirin setelah aku berkutik di jaring laba-laba. Ah, itu perihal masa lalu.[]
Prajna Vita
Depok, 26 Oktober 2016
14.15
Komentar
Posting Komentar