Langsung ke konten utama

Coffee Time: Sebuah Rasa

Photo by, Prajna Farravita

Kata apa yang tepat untuk menerjemahkan kompleksitas rasa? Bukan perasaan, tetapi rasa kopi. Bukankah keduanya juga berhubungan? Oh iya, memang keduanya berhubungan sangat erat. Pernah disinggung bahwa kopi perihal candu yang bikin rindu. Ya, rasa kopi memang mencandu dan merindukan. Merindukan pada momen tentunya.

Rasa pada sebuah kopi tidak bisa terdeteksi tanpa ada perasaan. Perasaanlah yang mampu menerjemahkan rasa kopi. Terkadang perasaan juga mampu menerjemahkan rasa selain kopi. Rasa rindu. Bisa jadi rindu terhadap kenangan.

Saat ini, yang kutahu hidupku berubah. Sebuah rasa yang dulu memang sudah berlalu, tetapi belum sepenuhnya hilang. Pada sebuah labirin itu aku berkutik mencari celah untuk keluar. Ya, aku memang bisa. Lalu, labirin itu kutinggalkan karena aku tidak mau menjadi konflik pada kebahagiaan orang yang pernah kusayangi.

Sebuah rasa itu pertama kali kupunyai dan pertama kali pula membuatku kecewa. Aku jatuh sejatuh-jatuhnya tanpa ada siapa dan apapun di bawah. Aku sakit dan berusaha bangkit sendiri. Seorang diri dengan langkah dan tujuan serta keputusan sendiri yang naif.

Duniaku berkutik sendiri hingga terkadang aku merasa diriku t’lah gila. Gila! Aku tahu aku tak kan pernah gila karena kopi tidak akan membuatku gila. Bersama kopi aku akan baik-baik saja.
Kesendirianku tidak pernah hilang dari kopi. Betul, aku tak akan pernah sendiri. Terkadang kopi tidak lagi membuatku terjaga, justru membuatku tidur. Itu hal bagus dengan begitu aku tidak melulu bermonolog.

Tidak perlu berdalil panjang mengenai semesta karena segalanya sudah tampak. Aku hanya perlu mengibaratkan saja. Sudah cukup, itu saja.

Dulu, aku mampu menjadi pendengar terbaik mengenai segala hal tentang semesta. Kini pembicara mengenai semesta itu telah menemukan kebahagiaannya. Dan, mungkin aku tidak pernah dianggap ada di dalam waktunya, di dalam malamnya, di dalam suara kota satelitnya.

Ah, sudahlah. Memang aku perlu bangun dari komaku. Beri aku rubik agar aku tahu rumus untuk memecahkannya karena aku ingin membuatnya bahagia. Biarkan labirin itu dimasuki oleh yang dapat membuatnya bahagia. Tersenyum setiap hari. Mempunyai segalanya yang dapat ia nikmati.

Aku tidak punya semua itu. Aku hanya punya sebuah rasa. Rasa sayang yang sebetulnya mampu mengorbankan segalanya. Namun, memang ia bukan yang tepat untukku karena jarak muncul dengan berbagai masalah.[]Prav




Prajna Vita
Depok, 26 Oktober 2016
15.12

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tidak Mempunyai Rencana Menetap di Satu Kota, Sewa Rumah Menjadi Pilihan

Anda seorang profesional muda? Pasti masih menginginkan pengembangkan kemampuan yang lebih tinggi lagi. Perpindahan dari satu kota ke kota lain kerap terbesit. Mencari pengalaman ke daerah lain memang cara terbaik agar mendapat apa yang diinginkan. Apalagi untuk seseorang yang harus berpindah ke luar negeri untuk melanjutkan studi atau bekerja. Perlu diketahui juga, bahwa berpindah dari satu kota ke kota lain atau dari satu negara ke negara lain bukan hanya mendapatkan pengalaman, tetapi menemukan beragam kehidupan lain. Apabila Anda mempunyai perencanaan seperti itu, lalu bagaimana Anda tinggal di daerah pilihan Anda? Tidak dipungkiri, setiap orang menginginkan tempat tinggal tetap untuk masa depan. Perencanaan tersebut merupakan salah satu nilai kemapanan dalam kehidupan mendatang. Namun, jika Anda seorang profesional muda dan tidak berencana menetap di suatu daerah serta menginginkan pengalaman yang terus baru, pasti tidak mempunyai perencanaan matang untuk investasi berupa ruma

Berbisik pada Bumi Agar Didengar Oleh Langit

Aku tidak tahu mengapa aku ingin membisikkan pada bumi agar didengar oleh langit.   Mungkin, pada hari itu aku sedikit takut membicarakan langsung pada langit. Maka, kubisikkan ke bumi terlebih dahulu, agar langit tahu perlahan. Aku tidak ingin kebahagiaan ini aku rasakan sendiri. Aku ingin berterima kasih pada-Nya melalui celah-celah indra yang kurasakan ketika aku mengingat-Nya. Melalui hujan yang menyapa bumi, aku bisikkan pada titik air hujan yang menempel pada kaca agar disampaikan ke bumi. Bahwa, aku di sini, yang terus meminta, agar aku menjadi orang yang dicari oleh orang yang aku cari. Pada tanggal satu yang dikuti empat, pada dua belas bulan dalam setahun berhenti di angka dua, pada tahun dua kosong satu enam, dan pada waktu sepertiga malam, tulisan itu mengalir pada senja, pukul tujuh belas di menit ke lima, satu prosa mengalir saat ditemani sapaan langit terhadap bumi.  Aku telah menemukan hamba-Nya yang membuatku lebih dekat dengan-Nya, hamba-Nya yang menyadarka