Langsung ke konten utama

Ketika Kopi Menuntun Perbincangan Mengenai Kemunafikan

Photo by, Muhammad N.G

Filosofi Kopi
Espresso, Caffe latte, Lestari Aeropress

Apa filosofi yang tepat ketika kopi ikut menuntun berbicara mengenai kemunafikan?

Tak perlu dogma panjang untuk menjelaskan perihal kemunafikan. Mengapa begitu? Karena untuk munafik tak perlu memelajarinya. Judge saja orang lain munafik, lalu pikirkan siapa yang mencuap-cuapkan kemunafikan tetapi tidak tahu perihal ilmu dan agama dibandingkan dengan siapa yang memilih diam tetapi sebetulnya mencoba menelaah mengenai semesta.

Sederhananya, semua itu mampu diterjemahkan lewat bagaimana dunia ini. Namun, memang membutuhkan kepekaan yang kuat agar mampu paham semua itu. Tak ada salahnya mencoba menengahi kasus yang muncul akhir-akhir ini mengenai penistaan agama. Lantas, jangan lalu menjadi alibi ketika sudah menemukan siapa yang benar dan siapa yang salah. Tak perlu berbicara panjang, juga tak perlu berkoar-koar di dalam cyber—Toh bintang jatuh juga tahu siapa ksatrianya. Duduk saja diam. Pikirkan. Telaah. Cari sudut pandang yang berbeda. Bila perlu minumlah kopi bercangkir-cangkir atau habiskan rokok berbatang-batang.

Di sini kopi mampu menemani bahkan membawa obrolan menuju agama dan kemunafikan. Tentu saja, kopi tak perihal nongkrong, ngobrol, menyelesaikan tugas, atau mencari foto keren tentang lifestyle masa kini. Kopi mampu membawa sang pencerita menuju topik-topik lain yang menemukan perspektif—yang biasanya disebut gila—berbeda bahkan hampir tak terlihat.

Albert Einsten pernah mengemukakan bahwa ilmu tanpa bimbingan moral (agama) adalah buta dan agama tanpa ilmu adalah nihil.

Ya, kopi di ‘Kedai Pencerita’ ini membawa obrolan hingga bagaimana menggebrak dunia. Bagaimana membenarkan perspektif dunia. Bagaimana menghancurkan paradigma yang tabu. Lalu, bagaimana mengalahkan kelas radikal yang masih keukeuh dengan pandangan yang lurus? Sumpah itu masih tetap ada dan pasti ada waktunya untuk keluar. Pasti.

Tak berhenti di situ, tiga pengamen dengan dua alat musik, biola dan gitar, mencairkan obrolan siang menjelang sore itu. “Karma yang tidak bisa dimakan itu karmanya coklat,” katanya. Pasti mereka pun mampu kritis dengan dunia ini. Mereka itu peseni. Pekerja seni yang mengungkapkan segala pemikiran dan perasaannya melalui musik. Bahkan mungkin mereka lebih peka dengan dunia tetapi lebih baik memilih bermusik dan bersikap apatis daripada membicarakan kebenaran tetapi dikatakan munafik.
Photo by, Muhammad N.G

Mendengar dawai gitar dan melodi biola mengingatkan pada seni ringan yang mampu mengolah rasa. Jangan salah, kopi juga bisa berperan dalam musik. Suara mesin biji-biji kopi yang masuk mesin penggiling juga memunculkan sebuah irama. Suara kucuran air dalam seduhan juga menciptakan nada abstrak.

Filosofi Kopi. Kali kedua menjadi tempat obrolan dengan topik yang tak terpikirkan. Kehendak-Nya tak pernah salah. Tak ada pula yang sia-sia menghabiskan waktu panjang untuk sekadar duduk di tempat yang sama. Tak ada pula yang sia-sia berjalan jauh hanya untuk menikmati minuman yang itu-itu saja. Berkali-kali bilang bahwa “Kami mengekspresikannya semua sebuah kebetulan, tetapi semua itu sudah kehendak-Nya.”[]Prav





Prajna Vita
Jakarta, 24 Desember 2016
16.45

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tak Salah Masuk Labirin

LEPASKAN rasa ini dan fokus pada tujuanku. Hilangkan rasa ini dan anggap seperti kau dan aku teman. Aku berusaha sewajarnya, tetapi kau memancingku dengan semua yang aku suka. Musik, gambar, typografi, photo, dan coffee . Lebih jauh mengenalmu membuatku takut. Aku takut kehilanganmu sebagai teman diskusi, sebagai teman yang membantuku untuk melatih kemampuanku mengenal kopi. Kemampuan membuat lidah lebih peka dengan citarasa kopi dan kemampuan untuk kembali menulis. [Jkt, 25/10’15 : 21.08] Aku merasa yang aku alami selama ini ialah sebuah mimpi. Semua hal-hal menakjubkan datang begitu saja. Semua ini berpengaruh positif pada diriku. Ketika berimajinasi mengenai kisah ajaib, aku menanyakan pada diri sendiri. Apakah aku sedang koma? Lalu, hal-hal yang terjadi selama ini ialah mimpi di dalam komaku. Jika, ya, aku yakin akan menyesal ketika sadar. Namun, jika aku ditakdirkan untuk bangun lagi, aku pasti akan mengingat kisah mengesankan itu dan akan mempunyai semangat hidup yang l...

Resensi: Catatan Juang, Membuat Seseorang Berani Bertindak

Photo by Prajna Vita Judul: Catatan Juang Penulis: Fiersa Besari Penerbit: Media Kita Cetakan: Pertama, 2017 Tebal: vi + 306 hal ISBN: 978-797-794-549-7 “Seseorang yang akan menemani setiap langkahmu dengan satu kebaikan kecil setiap harinya”, tertanda Juang. PERNAH terinspirasi dari seseorang? Inspirasi bisa datang dari mana saja. Dari orang, film, karya seni, hal-hal sekitar, lagu, musik, atau bahkan tulisan. Namun, bagaimana jika terinspirasi dari sebuah barang kepunyaan seseorang yang belum dikenal dan mampu mengubah dunia? Apakah itu sebuah Konspirasi Alam Semesta? Ya, karena semesta yang mendukung apa yang akan terjadi. Seperti halnya, semesta akan membawamu pada zona nyaman atau tidak, begitupun sebaliknya, akan membawamu keluar dari zona nyaman atau tidak. Kita juga tidak pernah salah keluar dari zona nyaman apabila semesta mendukung. Setiap konspirasi mungkin akan menyulitnya dan kau sendirilah yang akan tahu seberapa besar kau bisa menggapainya....

Perjalanan dalam Misi Mencicipi Kuliner Lokal dan Bagaimana Kuliner Mendominasi Kehidupan

Aruna & Lidahnya Laksmi Pamuntjak Gramedia November 2014 (Cetakan Pertama) 432 Halaman 978-602-03-0852-4 Rp 78.000,- Sebuah novel tentang makanan, perjalanan, dan konspirasi. Laksmi Pamuntjak mampu menyuguhkan karya fiksi yang mengaitkan kuliner dengan konsep kehidupan. Dalam kasus flu unggas yang terjadi secara serentak di delapan kota di Indonesia, Aruna yang bekerja sebagai konsultan epidemiologi atau disebut “Ahli Wabah” ditugaskan melakukan penelitian. Dalam kesempatan penelitian itu Aruna bersama dua karibnya, Bono dan Nadezhda yang terobsesi terhadap makanan memanfaatkan perjalanannya untuk menikmati kuliner lokal. Dalam misi pencicipan cita rasa makanan bukan hanya mengetahui makanan secara umum, tetapi bagaimana makanan telah mendominasi kehidupan. Konsep kehidupan seperti realita sosial, politik, agama, dan sejarah yang tak hanya berkaitan dengan kolusi, korupsi, konspirasi, dan misinformasi, tetapi juga menyatukan cinta dan pertemanan. Cara...