Langsung ke konten utama

Sederhananya Kopi dalam Menutup Pertemuan

Photo by. Nanda Adita

BERADA di titik jenuh membuatku tidak tahu dari mana menyelesaikan pekerjaan. Padahal, aku ingin menuntaskan semua tugas satu persatu agar menyisahkan waktu untuk berleha-leha. Namun, titik jenuh itu tidak bisa aku hindari. Rasa rindu dengan hal-hal yang dulu aku lakukan kembali menyesakkan. Rasa kangen kepada banyak orang belum mampu terobati, karena, ungkapan masih belum menghilangkan rasa yang bisa membuat seseorang tidak bisa bergerak di dalam ruang kedap suara.

Mengatasi titik jenuh pada waktu-waktu kesibukan menikam, bercerita pada satu orang saja tentu tidak cukup. Teman menjadi obat rindu dan kangen dengan beragam kisah masing-masing. Semuanya meluap setelah satu bulan setengah tidak bertemu karena kesibukan di tempat dan waktu berbeda.
Aku membawa mereka pada tempat baru, pada suasana baru, pada pandangan baru, pada cerita baru, pada pembahasan baru, dan pada rasa yang baru.

Kopi, menjadi satu hal sederhana untuk menutup pertemuan kami yang juga bisa dibilang sederhana. Empat wanita berhijab yang tiba-tiba menjadi staylish, merasa canggung memasuki coffee shop karena pertama kali mencoba gaya hidup urban. Satu cangir kopi di hadapan mereka berdasarkan rekomendasiku melambangkan karakter masing-masing.

Latte, untuk ia yang berasal dari Aceh. Hot Latte, dengan dasar susu menunjukkan bahwa ia pemberani yang realistis dan sederhana. (Namun, kali ini ia menjadi staylish dan sedikit ribut :D).
Cappucino, untuk ia, gadis keturunan sunda. Cappucino, dengan permukaan buih memberi tekstur menyenangkan, melambangkan sikapnya yang optimis dan staylish. (Kali ini ia tampil staylish yang sederhana :))

Ice Mocca Melt, untuk ia, gadis asli Jakarta. Ice Mocca Melt, dengan sirup coklat dan taburan coklat yang disajikan dingin, melambangkan sikapnya yang polos dan mandiri, mampu mengerjakan segala sesuatu hal dengan caranya sendiri. (Kali ini ia tetap tampil sederhana dengan sikap polosnya yang masih melekat :))

Black Coffee, untukku sendiri, seorang gadis asli Jawa. Black coffee Sirisi Risi--yang aku pesan kali ini--, lebih terkenal kopi hitam. Ada yang bilang bahwa seduhan kopi tersebut ialah adrenalin yang bisa diminum. Melambangkan pemimpin yang punya motivasi kuat untuk sukses. Entah benar atau salah, karena aku tidak bisa menilai diri sendiri. (Kali ini aku bisa bercerita pada mereka dengan lancar dan percaya diri :D)

Kisah kami mengalir melewati senja di Giyanti Coffee Roastery kemudian berakhir dengan rasa manis lalu tertinggal pada endapan ampas kopi dan foam latte. Seperti itulah kopi memberi kesederhanaan dalam segala bentuk—pertemuan dan perpisahan—cerita yang tetap akan teringat.



*Ah, hanya di meja kami saja yang berantakan dengan kertas gula dan kopi yang diaduk. Untungnya, kalian tidak memalukan dengan tindakan social drinker. :D []Prav





Jakarta, 5 Maret 2016
21.16

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tak Salah Masuk Labirin

LEPASKAN rasa ini dan fokus pada tujuanku. Hilangkan rasa ini dan anggap seperti kau dan aku teman. Aku berusaha sewajarnya, tetapi kau memancingku dengan semua yang aku suka. Musik, gambar, typografi, photo, dan coffee . Lebih jauh mengenalmu membuatku takut. Aku takut kehilanganmu sebagai teman diskusi, sebagai teman yang membantuku untuk melatih kemampuanku mengenal kopi. Kemampuan membuat lidah lebih peka dengan citarasa kopi dan kemampuan untuk kembali menulis. [Jkt, 25/10’15 : 21.08] Aku merasa yang aku alami selama ini ialah sebuah mimpi. Semua hal-hal menakjubkan datang begitu saja. Semua ini berpengaruh positif pada diriku. Ketika berimajinasi mengenai kisah ajaib, aku menanyakan pada diri sendiri. Apakah aku sedang koma? Lalu, hal-hal yang terjadi selama ini ialah mimpi di dalam komaku. Jika, ya, aku yakin akan menyesal ketika sadar. Namun, jika aku ditakdirkan untuk bangun lagi, aku pasti akan mengingat kisah mengesankan itu dan akan mempunyai semangat hidup yang l...

Resensi: Catatan Juang, Membuat Seseorang Berani Bertindak

Photo by Prajna Vita Judul: Catatan Juang Penulis: Fiersa Besari Penerbit: Media Kita Cetakan: Pertama, 2017 Tebal: vi + 306 hal ISBN: 978-797-794-549-7 “Seseorang yang akan menemani setiap langkahmu dengan satu kebaikan kecil setiap harinya”, tertanda Juang. PERNAH terinspirasi dari seseorang? Inspirasi bisa datang dari mana saja. Dari orang, film, karya seni, hal-hal sekitar, lagu, musik, atau bahkan tulisan. Namun, bagaimana jika terinspirasi dari sebuah barang kepunyaan seseorang yang belum dikenal dan mampu mengubah dunia? Apakah itu sebuah Konspirasi Alam Semesta? Ya, karena semesta yang mendukung apa yang akan terjadi. Seperti halnya, semesta akan membawamu pada zona nyaman atau tidak, begitupun sebaliknya, akan membawamu keluar dari zona nyaman atau tidak. Kita juga tidak pernah salah keluar dari zona nyaman apabila semesta mendukung. Setiap konspirasi mungkin akan menyulitnya dan kau sendirilah yang akan tahu seberapa besar kau bisa menggapainya....

Perjalanan dalam Misi Mencicipi Kuliner Lokal dan Bagaimana Kuliner Mendominasi Kehidupan

Aruna & Lidahnya Laksmi Pamuntjak Gramedia November 2014 (Cetakan Pertama) 432 Halaman 978-602-03-0852-4 Rp 78.000,- Sebuah novel tentang makanan, perjalanan, dan konspirasi. Laksmi Pamuntjak mampu menyuguhkan karya fiksi yang mengaitkan kuliner dengan konsep kehidupan. Dalam kasus flu unggas yang terjadi secara serentak di delapan kota di Indonesia, Aruna yang bekerja sebagai konsultan epidemiologi atau disebut “Ahli Wabah” ditugaskan melakukan penelitian. Dalam kesempatan penelitian itu Aruna bersama dua karibnya, Bono dan Nadezhda yang terobsesi terhadap makanan memanfaatkan perjalanannya untuk menikmati kuliner lokal. Dalam misi pencicipan cita rasa makanan bukan hanya mengetahui makanan secara umum, tetapi bagaimana makanan telah mendominasi kehidupan. Konsep kehidupan seperti realita sosial, politik, agama, dan sejarah yang tak hanya berkaitan dengan kolusi, korupsi, konspirasi, dan misinformasi, tetapi juga menyatukan cinta dan pertemanan. Cara...