Langsung ke konten utama

(Tak Lagi) Terlalu Manis

Photo by, Muhammad N.G

Bagaimana mungkin bisa terlelap, jika kenangan itu tiba tiba saja hadir.~

Berbicara mengenai kenangan. Ah, aku rindu kopi dan musik.

Masa lalu. Satu percikan cerita meminta untuk dirangkaikan. Membuat masa-masa itu teringat. Biarlah, karena aku memang tak ingin melupakannya.

Larut malam tapi sudah pagi, sudah pagi tapi masih terlalu malam. Entahlah, aku tetap ingin menuliskan apa yang aku ingat, karena itu 'Terlalu Manis.'

Ini kali pertama aku menuliskan tentang ‘Terlalu Manis. Siapa dia?

Yang selalu melantunkan alunan gitar, petikan melodi tepatnya. Bercerita mengenai dirinya yang ditemani kopi. Lihai mengalunkan jarinya pada lembaran dan membentuk tipografi unik nun garang. Dan juga, pandai berprosa. Ah, bagaimana aku tak sempat jatuh hati waktu itu. Sayang, masa bodohnya selalu menutupi sikapnya yang sebenarnya seorang pengamat dan penghargai perasaan.

Aku tahu, saat ini, pada malam seperti ini mungkin kau juga masih terjaga.

Mungkin kau masih berkelana dengan kenangan atau mungkin kau masih berbincang dengan malam? Berprosa indah tapi tak mau mengabadikannya dalam catatanmu.

Bisa dikatakan melankolis, tetapi kau terlalu berandal. Dijudge berandal tetapi kau terkadang menghanyutkan perasaan leburmu pada sebuah prosa.

Ya, lima tahun silam. Lantunan Terlalu Manis yang diiringi dengan dawai gitar, menyatu dengan angin. Di gazebo depan perpustakaan, nyanyian itu menghentikanku menelaah rangkaian narasi pada sebuah fiksi cinta yang sedang aku baca. Kau mengangguku! Sungguh mengangguku! Tapi aku suka. Aku diam hingga kau menghabiskan lagu itu. Kau menganggu perasaanku tepatnya.

Sial, kembali aku menyadari penyesalanku, bahwa itu berawal dari cinta yang datang terlambat.

Terlalu Manis. Masih selalu aku lantunkan dengan iringan gitar ketika aku jenuh. Sayangnya, iringan gitar nyanyain itu aku lantunkan sendiri. Hanya ingatan yang membawaku hingga ke sana.

Jangka empat tahun itu, mungkin kau tak pernah tahu, bahwa aku berusaha menyudahi semua perasaan  tentangmu secara mati-matian. Dan, akhirnya aku bisa. Apakah kau tahu? Hingga sekarang aku masih takut untuk mengulang rasa cinta lagi, meskipun ceritanya akan jelas berbeda. Aku masih berkutik di duniaku sendiri. Takut dengan  rasa sakit yang sama. Cerita rasa dengan Terlalu Manis itu masih menjadi cerita tunggal kisah masa lalu.

Kau tahu? Sampai sekarang, ceritaku itu belum juga hilang sepenuhnya dalam memori ingatanku. Namun, bersama kopi aku tetap baik-baik saja. Semua itu tidak lagi Terlalu Manis, karena aku tak lagi menambahkan gula. Aku mencecap pahit agar aku tahu bahwa di ujung sana akan ada manis. Semua itu tidak membuatku menyakitkan. Aku menikmatinya dan aku mempunyai arah yang jelas setelah aku berani menyusuri pahit.

Semuanya hampir sama, tetapi sekarang lebih baik. Segalanya lebih baik. Semua yang dipinjamkan Tuhan begitu mengarah pada cerita yang lebih baik dan bermakna. Cerita yang tidak hanya mengalir. Cerita yang penuh nilai dan aku tidak lagi mengatakan lelah pada takdir yang rumit seperti teka-teki, karena di depanku telah banyak kisi-kisi. Meski aku menemukan seseorang yang membawaku memasuki labirin, tetapi ia perlahan-lahan menuntunku menemukan jalan keluar. Walaupun, aku akui mungkin saat ini belum kami temukan jalan keluarnya dan lupa jalan masuknya di mana atau bahkan ia meninggalkanku yang masih berada di pinggiran labirin itu saja. Aku hanya percaya, semua akan indah pada waktunya dan aku hanya pemeran dari skenario yang dimainkan Tuhan.[]




Prajna Vita
Jakarta, 17 Juni 2016
00.31

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Coffee Time: Sebuah Rasa

Photo by, Prajna Farravita Kata apa yang tepat untuk menerjemahkan kompleksitas rasa? Bukan perasaan, tetapi rasa kopi. Bukankah keduanya juga berhubungan? Oh iya, memang keduanya berhubungan sangat erat. Pernah disinggung bahwa kopi perihal candu yang bikin rindu. Ya, rasa kopi memang mencandu dan merindukan. Merindukan pada momen tentunya. Rasa pada sebuah kopi tidak bisa terdeteksi tanpa ada perasaan. Perasaanlah yang mampu menerjemahkan rasa kopi. Terkadang perasaan juga mampu menerjemahkan rasa selain kopi. Rasa rindu. Bisa jadi rindu terhadap kenangan. Saat ini, yang kutahu hidupku berubah. Sebuah rasa yang dulu memang sudah berlalu, tetapi belum sepenuhnya hilang. Pada sebuah labirin itu aku berkutik mencari celah untuk keluar. Ya, aku memang bisa. Lalu, labirin itu kutinggalkan karena aku tidak mau menjadi konflik pada kebahagiaan orang yang pernah kusayangi. Sebuah rasa itu pertama kali kupunyai dan pertama kali pula membuatku kecewa. Aku jatuh sejatuh-jatuhnya tanp

Tidak Mempunyai Rencana Menetap di Satu Kota, Sewa Rumah Menjadi Pilihan

Anda seorang profesional muda? Pasti masih menginginkan pengembangkan kemampuan yang lebih tinggi lagi. Perpindahan dari satu kota ke kota lain kerap terbesit. Mencari pengalaman ke daerah lain memang cara terbaik agar mendapat apa yang diinginkan. Apalagi untuk seseorang yang harus berpindah ke luar negeri untuk melanjutkan studi atau bekerja. Perlu diketahui juga, bahwa berpindah dari satu kota ke kota lain atau dari satu negara ke negara lain bukan hanya mendapatkan pengalaman, tetapi menemukan beragam kehidupan lain. Apabila Anda mempunyai perencanaan seperti itu, lalu bagaimana Anda tinggal di daerah pilihan Anda? Tidak dipungkiri, setiap orang menginginkan tempat tinggal tetap untuk masa depan. Perencanaan tersebut merupakan salah satu nilai kemapanan dalam kehidupan mendatang. Namun, jika Anda seorang profesional muda dan tidak berencana menetap di suatu daerah serta menginginkan pengalaman yang terus baru, pasti tidak mempunyai perencanaan matang untuk investasi berupa ruma

Berbisik pada Bumi Agar Didengar Oleh Langit

Aku tidak tahu mengapa aku ingin membisikkan pada bumi agar didengar oleh langit.   Mungkin, pada hari itu aku sedikit takut membicarakan langsung pada langit. Maka, kubisikkan ke bumi terlebih dahulu, agar langit tahu perlahan. Aku tidak ingin kebahagiaan ini aku rasakan sendiri. Aku ingin berterima kasih pada-Nya melalui celah-celah indra yang kurasakan ketika aku mengingat-Nya. Melalui hujan yang menyapa bumi, aku bisikkan pada titik air hujan yang menempel pada kaca agar disampaikan ke bumi. Bahwa, aku di sini, yang terus meminta, agar aku menjadi orang yang dicari oleh orang yang aku cari. Pada tanggal satu yang dikuti empat, pada dua belas bulan dalam setahun berhenti di angka dua, pada tahun dua kosong satu enam, dan pada waktu sepertiga malam, tulisan itu mengalir pada senja, pukul tujuh belas di menit ke lima, satu prosa mengalir saat ditemani sapaan langit terhadap bumi.  Aku telah menemukan hamba-Nya yang membuatku lebih dekat dengan-Nya, hamba-Nya yang menyadarka