Langsung ke konten utama

PDF E-Book Jadi Cara Baru Membajak Buku Selama Pandemi

Toko Buku


 The Power of Kepepet membuat mahasiswa menumbuhkan kreativitas pelapak penggandaan buku untuk terus melakukan pembajakan.

Pelapak buku bajakan tak mau tahu lagi mengenai hukum yang ditetapkan di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Pasal 9 Ayat 3 yang menyatakan “Setiap Orang yang tanpa izin penciptaan atau pemegang hak cipta dilarang melakukan penggandaan dan/atau penggunaan secara komersial ciptaan.”

Tak mudah bagi kaum intelektual menyebarluaskan ilmu lewat buku. Namun, begitu mudahnya masyarakat menggandakannya melalui berbagai cara. Berkembangnya teknologi membuat pihak-pihak penggandaan buku lebih mudah memperbanyaknya, terutama buku referensi bagi mahasiswa. Di lain sisi, kesempatan pihak yang tidak bertanggung jawab tersebut datang dari permintaan mahasiswa yang semakin meningkat. “yang penting isinya”, mungkin hampir sebagian besar pernyataan tersebut keluar dari mahasiswa. Adanya dua pihak yang membutuhkan dan dibutuhkan membuat tindakan penggandaan ini tidak ada matinya.

Sidak yang terus dilakukan di berbagai pasar buku-buku loakan hanya vakum beberapa hari. Ketika sudah lupa, mereka kembali memperjualbelikan barang terlarang tersebut. Persis seperti bandar narkoba. “Saya juga mencari uang untuk menghidupi anak istri saya di rumah,” begitulah sebagian alasan yang selalu dikeluarkan oleh penjual ketika disidang pada saat persidakan. Apabila petugas sidak mengambil tindakan dibilang tak punya rasa kemanusiaan. Apabila tetap diam merugikan banyak pihak, termasuk kaum intelektual.

Mirisnya lagi, penggandaan buku saat ini beralih ke e-book dengan memanfaatkan teknologi dan aktivitas masyarakat di rumah saja ketika pandemi. File PDF buku tersebar luas di internet yang dijual dengan harga sangat murah, sekitar 30 hingga 35 ribu rupiah. Mirisnya lagi, ada file PDF yang disebar secara bebas di grup atau WhatsApp dengan dalih berbagi ilmu.

Kasihanilah Mahasiswa

Mahasiswa membeli buku


Terbatasnya uang bulanan yang didapatkan mahasiswa membuat mereka kreatif dalam berbagai cara, termasuk memburu buku-buku referensi dengan harga yang murah. Semakin murah akan semakin diburu, bagaimana pun caranya. Mahasiswa juga tak ambil diam ketika isu-isu penyidakan masih hangat di lingkungan pelapak buku. Sistem jual beli akan terus dilakukan menggunakan teknologi yang sekarang sudah berkembang. Kemudahan jual beli terlarang ini bukan melalui jaringan telepon saja, tetapi juga koneksi internet yang saat ini sudah menjadi kebutuhan primer masyarakat. Kesempatan itu juga membuka cara alternatif jual beli yang aman bagi pelaku penggandaan buku.

Melalui online pembeli dan penjual bisa berada di tempat masing-masing tetapi proses jual beli bisa berlangsung. Hal inilah yang menjadi keuntungan pelaku karena mereka tak usah membuka lapak tetapi transaksi masih terus berjalan. Pelaku hanya bermodal koneksi internet dan telepon, maka jual beli akan berjalan dengan lancar.

Menguntungkan Dua Pihak, Merugikan Puluhan Pihak

Merugikan Penulis dan Penerbit


Ada permintaan ada penjualan. Kedua pihak tersebut, penjual dan pembeli akan sama-sama mendapat keuntungan dari transaksi tersebut. Namun, puluhan pihak akan dirugikan oleh dua pihak tersebut. Mungkin kesadaran inilah yang belum sampai di masyarakat dan hanya keuntungan yang harus tercapai. Apabila hal ini terus terjadi, kemungkinan besar akan mematikan pihak yang dirugikan.

Pertama, kaum intelektual. Kaum intelektual merupakan aset bangsa kita. Merekalah yang memberikan warisan untuk menciptakan kaum generasi intelektual selanjutnya. Melalui ilmu yang disimpan melalui tulisan menjadi referensi pemuda yang haus ilmu. Menyaring semua ilmu yang dimiliki dan mengolahnya menjadi tulisan yang relevan membutuhkan kerja otak yang berat. Agar tulisan tersebut diakui oleh penerbitan dan bisa disebarluaskan pun membutuhkan waktu yang tidak sedikit. 

Penulis memerlukan penelaahan yang jeli mengenai ilmu yang akan disampaikan kepada pembaca, khususnya mahasiswa sebagai bahan referensi. Mengetahui jerih payah penulis tersebut, seharusnya penulis mendapatkan kesejahteraan yang layak, salah satunya ialah dari penjualan bukunya. Apabila masyarakat masih memburu buku bajakan, maka sama saja dengan mematikan penulis secara perlahan.

Kedua, penerbit. Mengubah naskah mentah menjadi buku kemudian dipasarkan membutuhkan proses yang sangat panjang. Penerbitan merupakan aset terbesar penulis untuk menyebarluaskan bukunya. Dengan maraknya penggandaan buku, sama saja membunuh kehidupan penerbitan, termasuk kaum intelektual yang bertugas menelaah naskah apakah dapat terjual di pasaran atau tidak. Nyatanya, sekarang ini sudah banyak penerbitan yang mati karena tidak mampu bersaing dengan perkembangan zaman. Ditambah lagi dengan tidak adanya lagi proses produksi karena buku-buku sudah digandakan oleh pihak ketiga yang tidak bertanggung jawab.

Dalam menyikapi kasus tersebut, apabila pelaku masih didesak oleh permintaan masyarakat, tentu saja masalah ini tidak akan pernah selesai. Apabila menghakimi pelaku saja, jawaban yang akan dilontarkan juga akan tetap sama. Kesadaran masyarakatlah yang perlu diperbaiki agar tak membunuh lebih banyak pihak hanya karena egois mereka masing-masing. Lebih baik memilih buku digital dari platform resmi penjual e-book, seperti Gramedia Digital atau Playbook untuk mendapatkan harga yang lebih murah daripada membunuh kaum intelektual yang sudah bersusah payah menulis dengan cara membeli buku bajakan.


Baca juga:

Resensi: Catatan Juang, Membuat Seseorang Berani Bertindak 

Parade Para Moster: Berbeda Bukan Berarti Menakutkan

Cara Memenangkan Konflik Batik di dalam Tenggelamnya Kapal Van Der Wicj

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Coffee Time: Sebuah Rasa

Photo by, Prajna Farravita Kata apa yang tepat untuk menerjemahkan kompleksitas rasa? Bukan perasaan, tetapi rasa kopi. Bukankah keduanya juga berhubungan? Oh iya, memang keduanya berhubungan sangat erat. Pernah disinggung bahwa kopi perihal candu yang bikin rindu. Ya, rasa kopi memang mencandu dan merindukan. Merindukan pada momen tentunya. Rasa pada sebuah kopi tidak bisa terdeteksi tanpa ada perasaan. Perasaanlah yang mampu menerjemahkan rasa kopi. Terkadang perasaan juga mampu menerjemahkan rasa selain kopi. Rasa rindu. Bisa jadi rindu terhadap kenangan. Saat ini, yang kutahu hidupku berubah. Sebuah rasa yang dulu memang sudah berlalu, tetapi belum sepenuhnya hilang. Pada sebuah labirin itu aku berkutik mencari celah untuk keluar. Ya, aku memang bisa. Lalu, labirin itu kutinggalkan karena aku tidak mau menjadi konflik pada kebahagiaan orang yang pernah kusayangi. Sebuah rasa itu pertama kali kupunyai dan pertama kali pula membuatku kecewa. Aku jatuh sejatuh-jatuhnya tanp

Tidak Mempunyai Rencana Menetap di Satu Kota, Sewa Rumah Menjadi Pilihan

Anda seorang profesional muda? Pasti masih menginginkan pengembangkan kemampuan yang lebih tinggi lagi. Perpindahan dari satu kota ke kota lain kerap terbesit. Mencari pengalaman ke daerah lain memang cara terbaik agar mendapat apa yang diinginkan. Apalagi untuk seseorang yang harus berpindah ke luar negeri untuk melanjutkan studi atau bekerja. Perlu diketahui juga, bahwa berpindah dari satu kota ke kota lain atau dari satu negara ke negara lain bukan hanya mendapatkan pengalaman, tetapi menemukan beragam kehidupan lain. Apabila Anda mempunyai perencanaan seperti itu, lalu bagaimana Anda tinggal di daerah pilihan Anda? Tidak dipungkiri, setiap orang menginginkan tempat tinggal tetap untuk masa depan. Perencanaan tersebut merupakan salah satu nilai kemapanan dalam kehidupan mendatang. Namun, jika Anda seorang profesional muda dan tidak berencana menetap di suatu daerah serta menginginkan pengalaman yang terus baru, pasti tidak mempunyai perencanaan matang untuk investasi berupa ruma

Berbisik pada Bumi Agar Didengar Oleh Langit

Aku tidak tahu mengapa aku ingin membisikkan pada bumi agar didengar oleh langit.   Mungkin, pada hari itu aku sedikit takut membicarakan langsung pada langit. Maka, kubisikkan ke bumi terlebih dahulu, agar langit tahu perlahan. Aku tidak ingin kebahagiaan ini aku rasakan sendiri. Aku ingin berterima kasih pada-Nya melalui celah-celah indra yang kurasakan ketika aku mengingat-Nya. Melalui hujan yang menyapa bumi, aku bisikkan pada titik air hujan yang menempel pada kaca agar disampaikan ke bumi. Bahwa, aku di sini, yang terus meminta, agar aku menjadi orang yang dicari oleh orang yang aku cari. Pada tanggal satu yang dikuti empat, pada dua belas bulan dalam setahun berhenti di angka dua, pada tahun dua kosong satu enam, dan pada waktu sepertiga malam, tulisan itu mengalir pada senja, pukul tujuh belas di menit ke lima, satu prosa mengalir saat ditemani sapaan langit terhadap bumi.  Aku telah menemukan hamba-Nya yang membuatku lebih dekat dengan-Nya, hamba-Nya yang menyadarka